ADVERTISEMENT

Prof Siti Zuhro: Masyarakat Sipil Harus Dorong Parpol untuk Menghadirkan Lebih dari Dua Paslon Capres-Cawapres

Selasa, 27 September 2022 09:23 WIB

Share
Airlangga Hartarto bertemu dengan Prabowo Subianto, dan Suharso Monoarfa. (ist)
Airlangga Hartarto bertemu dengan Prabowo Subianto, dan Suharso Monoarfa. (ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Komitmen partai politik yang terjalin hingga kini belum bisa menjamin gambaran koalisi sesungguhnya untuk pilpres 2024.

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Siti Zuhro menilai peta koalisi masih akan berubah hingga 2024. Semua partai masih melakukan penjajakan dan komunikasi politik. Partai saling menjajaki kemungkinan-kemungkinan untuk pilpres 2024.

"Itu tidak mudah disimpulkan. Kalau saya masih dalam taraf saling menjajaki, mereka butuh chemistry, butuh platform yang sama dan saling menguntungkan. Tentu mereka berpikir dua hal, pileg-nya oke, pilpres-nya ok," kata Siti Zuhro, Selasa  (27/9/2022).

Menurut Siti Zuhro, melihat dinamika politik yang sedemikian cair membutuhkan partisipasi aktif dari publik dan suara dari masyarakat sipil untuk mendorong agar Pilpres tidak diikuti hanya dua pasangan calon (paslon). Pilpres 2019 sudah cukup memberikan pelajaran atas dampak yang ditimbulkan ketika hanya 2 paslon.

"Jadi menurut saya kalau kita nggak aktif seperti 2014 dan 2019, pasti dua poros, yang mereka sukai saja. Untuk apa pisah-pisah, bikin energi terkuras, toh nggak menang. Maka, sekarang ini sangat tergantung pada civil society," ujarnya.

Prof Siti Zuhro menambahkan masyarakat sipil harus mendorong partai politik untuk menjalankan fungsi representasi dengan menghadirkan lebih dari 2 paslon capres-cawapres.

"Jadi kalau civil society-nya kuat menyuarakan bahwa pelajaran 2 kali pemilu membuat kita ini fungsi representasi yang harusnya dilakukan partai-partai, tidak dilakukan. Itu yang harus terus dinuasankan dan dampak-dampak dari hanya 2 pasangan calon. Jadi kalau kita diam, civil society-nya diam, ya mereka melenggang," ungkap Prof Siti Zuhro.

Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Multimedia Nusantara, Silvanus Alvin menilai bongkar pasang koalisi masih akan dinamis, seturut situasi politik, sampai titik final. 

“Memang untuk koalisi parpol yang dikatakan final itu tentu tergantung dari situasi politik yang berkembang. Bisa saja ada kejadian-kejadian yang belum kita tahu,” kata Alvin. Namun dalam berkoalisi, partai akan memperhatikan kebutuhan partainya dulu baru koalisi. 

“Masing-masing pasti tidak mau jadi beban, dalam koalisi ada partai yang jadi beban, maka partai lain pakai strategi mutusin buntut ekor cicak,” ungkap Alvin. 

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT