TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Dosen Hukum Pidana dan Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang Halimah Humayrah Tuanaya meminta pihak Kepolisian bisa melakukan penyelidikan secara sungguh - sungguh.
Menurut Halimah kasus kekekerasan seksual di lingkungan pesantren terus terjadi. Kali ini sedikitnya 20 santriwati yang masih berusia dibawah umur diduga menjadi korban pencabulan NR (42), pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Dia menyebutkan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat setidaknya terdapat 11.952 kasus kekerasan anak sepanjang 2021. Dari jumlah tersebut, bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak-anak adalah kekerasan seksual yaitu sebanyak 7.004 kasus atau 58,6 persen.
"Terus terjadinya kekerasan seksual salah satunya disebabkan masalah relasi sosial dan budaya patriarki yang terus mengakar pada masyarakat Indonesia," ungkapnya pada Poskota.co.id, Kamis (18/8/2022).
Menurut dia, kekerasan seksual menjadi berlangsung lama dalam kurun waktu tertentu dan berulang-ulang. Hal tersebut diakui lantaran masalah ketimpangan relasi sosial antara korban dan pelaku.
"Seperti hubungan antara guru, ustaz atau kiai dengan murid atau santri membuat korban enggan, sungkan, tidak berani dan tidak berdaya melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya," jelasnya.
Atas maraknya kasus tersebut, kata Halimah, seharusnya pihak Kepolisian harus melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih sungguh-sungguh. Mengingat pelaku adalah pimpinan pesantren yang memiliki kekuasaan hingga saat ini.
"Maka besar kemungkinan NR masih melakukan kekerasan seksual, baik terhadap sekitar 20 korban yang telah teridentifikasi atau tidak menutup kemungkinan santriwati lainnya. Sehingga penyidikan dan penyelidikan jangan hanya berfokus pada korban yang telah melapor. Polisi harus terus menggali kemungkinan adanya korban-korban lainnya," jelasnya.
Halimah mengatakan, hal tersebut penting untuk menjadi perhatian polisi. Karena menurutnya akan sangat berkaitan dengan penerapan undang-undang yang akan dipergunakan untuk menjerat NR.
"Jika polisi berhasil mengkungkap berlangsungnya kekerasan seksual hingga paska bulan Mei 2022, maka saya mendorong agar kepolisian menerapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk kasus tersebut. Polresta Bandung jangan ragu untuk menjerat pelaku dengan UU TPKS," sebutnya.
Halimah melanjutkan penerapan UU TPKS penting untuk korban agar mendapatkan hak pemulihan, restitusi, kompensasi, rehabilitasi dan hak-hak lainnya. Kendati demikiam Halimah menyebut penerapan UU TPKS bagi pelaku masih perlu digali lagi terkait tempus delicti (waktu dilakukannya tindak pidana).