JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan tim kuasa hukumnya sampai sekarang masih bersikeras meminta dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J diusut.
Oleh karenanya, kuasa hukum keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) Kamaruddin Simanjuntak pun melontarkan sindiran keras terhadap Nyonya Ferdy Sambo dan tim kuasa hukumnya.
Kamaruddin mengatakan bahwa perkara tidak bisa dilakukan apabila terdakwa atau tertuduhnya meninggal dunia sebelum adanya putusan.
Kuasa hukum Brigadir J lanjut mengatakan bahwa hal itu tertuang di Pasal 77 KUHP yang berbunyi: Apabila seorang terdakwa meninggal dunia sebelum ada putusan terakhir dari pengadilan maka hak menuntut gugur. Jika hal ini terjadi dalam taraf pengusutan, maka pengusutan itu dihentikan.
“Berdasarkan ketentuan Pasal 77 KUHP: Hak menuntut hukum gugur (tidak berlaku lagi) lantaran si terdakwa meninggal dunia," kata Kamaruddin Simanjuntak di akun Facebooknya dikutip pada Sabtu (6/8/2022).
Diketahui berdasarkan keterangan awal, peristiwa baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo diduga dipicu oleh pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi. Brigadir J kemudian tewas di tangan Bharada Richard Eliezer (Bharada E) dalam insiden itu.
Namun belakangan ini, publik justru meragukan dugaan pelecehan seksual terhadap nyonya Ferdy Sambo karena kematian Brigadir J diliputi banyak kejanggalan.
Kendati di sisi lain tim kuasa hukum Putri Candrawathi tetap bersikeras meminta dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J diusut polisi. Bahkan, baru baru ini tim kuasa hukum nyonya Ferdi Sambo mendatangi Mabes Polri.
"Tujuan kami kemari untuk meminta kepastian hukum atas laporan klien kami sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual," kata Sarmauli Simangunsong mewakili Kuasa Hukum Istri Ferdy Sambo kepada awak media pada Selasa (2/8/2022) malam.
Sebab sesuai dengan Undang-Undang 12 tahun 2022, menurut Sarmauli, Putri Candrawathi memiliki hak sebagai korban.
"Klien kami sebagai korban punya hak, yaitu hak dilindungi, ditangani, dan juga hak pemulihan," ungkap Sarmauli.
Kuasa hukum Brigadir J, Kamaruddin lantas megataka bahwa sesuai dengan Pasal 77 KUHP, Brigadir J selaku tertuduh seharusnya tidak dibunuh jika dugaan pelecehan seksual itu ingin diusut.
Kamaruddin pun menambahkan bahwa pembunuhan terhadap Brigadir J, kendati dilatari isu pelecehan seksual, tetap termasuk tindakan main hakim sendiri.
"Jikalau ‘dalil tuduhan tanpa bukti’ kamu mau diusut dan/atau mau diadili secara hukum, maka tertuduhnya jangan kamu bunuh dong! Apa bedanya tindakanmu dengan ‘Tindakan Main Hakim Sendiri’, semoga kamu faham ini!" tegas Kamaruddin. (*)