Miris! Nelayan Indonesia Belum Sepenuhnya Sejahtera, Pengamat: Padahal Sumber Kekayaan Laut Melimpah

Minggu 31 Jul 2022, 19:17 WIB
Nelayan. Ahmad Tri Hawaari

Nelayan. Ahmad Tri Hawaari

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Indonesia mempunyai wilayah perairan sangat luas, yakni sekitar 6,4 juta Km2 dan mencakup 70 % dari keseluruhan negara. Tak hanya itu, sumber daya melimpah banyak dihasilkan dari tangkapan ikan dan budi daya.

Namun dengan kekayaan sumber daya kelautan yang melimpah itu, belum sepenuhnya mengangkat nasib nelayan Indonesia. 

"Ada beberapa masalah yang dihadapi nelayan Indonesia, salah satu hal yang sering dikeluhkan para nelayan adalah persoalan ketersediaan bahan bakar solar subsidi," ujar Pengamat Maritim, 
Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, Minggu (31/07/2022).

"Disamping ketersediaan solar subsidi, disparitas harga solar subsidi dan nonsubsidi pun ikut mempengaruhi nelayan untuk pergi melaut mencari ikan. Lonjakan harga dari Rp 8.000 menjadi Rp 18.000 ikut mempengaruhi perhitungan biaya melaut para nelayan," sambung Capt. Hakeng. 

Ketersediaan dan harga solar yang melambung menurut Capt. Hakeng , sebetulnya tidaklah juga menjadi kendala utama para nelayan untuk tidak melaut.

Tapi ada hal lain, yakni penerapan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 85/2021 yang ditenggarai menjadi biang keladinya. 

Menurut Capt. Hakeng peraturan tersebut  dinilai memberatkan nelayan. Karena ketentuan naiknya besaran tarif PNBP kepada nelayan menjadi sekitar 5-10 persen dirasa sangat memberatkan.

 Padahal Aturan sebelumnya yakni PP Nomor 62 tahun 2002 mengatur kategori kapal kurang dari 60 GT hanya dikenakan tarif 1 persen. Kemudian di PP Nomor 75 Tahun 2015 naik menjadi 5 persen dengan kategori kapal kecil 30-60 GT.

Dan di aturan terbaru, PP Nomor 85 Tahun 2021, ketentuan ini justru diperluas menjadi kapal dengan ukuran 5-60GT dikenakan tarif 5 persen untuk PNBP.

Hal lain yang menjadi perhatian Capt. Hakeng pula adalah rencana dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang ingin memberlakukan sistem kontrak dengan memprioritaskan kuota bagi nelayan kecil. 

Penangkapan ikan terukur dengan sistem kontrak kuota hanya bisa dirasakan manfaatnya oleh perusahaan kapal besar di di sejumlah Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). 

Berita Terkait
News Update