JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Dahlian Persadha menyambut positif upaya pemerintah yang berani untuk memblokir aplikasi jika tidak mendaftar Penyelenggara Sistem Elektronik
(PSE).
Hal itu akan menunjukkan posisi pemerintah yang tidak tunduk dengan perusahaan multinasional.
"Pemerintah bisa tegas pada FB, Google dan Twitter, ini momentum bagus apalagi untuk menunjukkan pada raksasa teknologi bahwa negara tidak tunduk pada perusahaan multinasional," kata Pratama dalam keterangan tertulisnya, Minggu, (31/7/2022).
Pratama menuturkan, pemerintah sudah pernah bertindak tegas kepada Telegram yang digunakan 10 juta warga Indonesia. Twitter juga mempunyai total pengguna hingga 10-15 juta tentu bisa ditindak tegas serupa.
Sementara itu, dalam kasus Facebook, pemerintah juga bisa menindak tegas. Namun, pemerintah perlu sadar bahwa Facebook tidak berdiri sendiri karena ada aplikasi lain seperti Instagram, Whatsapp hingga Meta.
"Tentu WhatsApp yang akan menjadi perhatian serius karena menjadi aplikasi utama instant messaging yang dipakai saat ini. Tentu pendekatannya tidak bisa sama dengan Telegram yang dahulu langsung diancam blokir karena pemakainya tidak terlampau banyak. Perlu jeda waktu agak lama untuk sosialisasi masyarakat dan juga memberi waktu pada FB selaku “pemilik “ Whatsapp untuk melakukan pendaftaran PSE ke Kominfo," tutur Pratama.
Jadi perlu syok terapi juga, karena selama ini mereka merasa lebih aman dan lebih besar karena pemakai di Indonesia sangat banyak. Termasuk keberanian mereka ini terutama FB untuk urusan pajak, dan FB juga enggan membuka kantor di Indonesia. FB ini hanya membuka kantor yang diisi satpam untuk menerima surat saja," tutur Pratama.
Ia menilai, masyarakat akan mengerti bila ada komunikasi antara pemerintah dengan FB maupun Twitter. Ia menilai, pemerintah bisa mendorong pemberian penjelasan untuk memenuhi syarat sehingga bisa beraktivitas di Indonesia.
"FB terutama akan rugi banyak karena pemakai di Indonesia sangat banyak. Pengumuman dari pemerintah sangat penting, terutama untuk mengimbau para pengiklan di FB dan Twitter untuk menghentikan iklannya sementara platform tersebut diblokir," tutur Pratama.
Dalam kasus Google, ia menduga akan ada penolakan publik. Ia beralasan, Google telah digunakan di perkantoran hingga instansi pemerintahan. Di sisi lain, Youtube sudah menjadi alat mata pencarian bagi beberapa pihak. Hal yang paling parah adalah kemungkinan smartphone Indonesia tidak beroperasi jika blokir berlaku.
Ia menyinggung soal kondisi Uni Eropa melarang Google memberikan aplikasi secara default di ponsel Android yang beredar di Uni Eropa. Aturan tersebut berlaku tidak hanya berkaitan pelanggaran monopoli, tetapi juga mengurangi ketergantungan publik terhadap aplikasi Google.
"Sekali lagi pendekatan untuk Google ini memang agak berbeda. Sebaiknya negara tidak kalah melawan Google cs, karena negara lain sudah tegas minimal dengan denda, dan bila tidak membayar denda maka Google cs akan diblokir layanannya," tutur Pratama.
Meski ada respons positif dari segi penerapan Permenkominfo tersebut, Pratama tetap menyoroti masalah dalam regulasi Permenkominfo. Ia khawatir ada sejumlah pasal multitafsir seperti pasal 9 dan pasal 14 Permenkominfo tersebut yang bisa melakukan penghapusan konten dan akses informasi dengan dalih ketertiban umum atau meresahkan masyarakat.
Ia membandingkan dengan negara lain yang baru bertindak setelah ada kasus atau izin permintaan yang dikeluarkan pengadilan.
"Untuk masalah ini sebaiknya Kominfo melakukan perubahan yang lebih detail tidak ambigu serta tidak dianggap sebagai pasal karet, sehingga tidak menimbulkan kontroversi. Bila tidak, selain akan menimbulkan polemik di masyarakat, ini juga akan dijadikan alasan para PSE untuk tidak melakukan pendaftaran PSE," kata Pratama.
Pratama memahami esensi upaya Kominfo sebagai langkah menertibkan layanan teknologi luar yang kerap mengeruk uang dan data masyarakat secara leluasa tanpa regulasi, terutama raksasa teknologi seperti Google dan Facebook. Namun, pekerjaan tersebut tidak mudah.
Ia mengingatkan ada dampak buruk besar jika mempengaruhi hidup masyarakat, bisnis hingga urusan lembaga negara, salah satunya urusan komunikasi dengan negara lain via WhatsApp.
Ia juga mengingatkan bahwa publik akan protes besar jika Youtube, WhatsApp dan layanan komunikasi lain terganggu. (Wanto)