CISSReC Sambut Positif Langkah Pemerintah Blokir Aplikasi Tidak Terdaftar PSE

Minggu 31 Jul 2022, 15:16 WIB
Teknologi digital (Sumber ilustrasi: Pexels/@tracy-le-blanc-67789)

Teknologi digital (Sumber ilustrasi: Pexels/@tracy-le-blanc-67789)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Dahlian Persadha menyambut positif upaya pemerintah yang berani untuk memblokir aplikasi jika tidak mendaftar Penyelenggara Sistem Elektronik
(PSE).

Hal itu akan menunjukkan posisi pemerintah yang tidak tunduk dengan perusahaan multinasional.

"Pemerintah bisa tegas pada FB, Google dan Twitter, ini momentum bagus apalagi untuk menunjukkan pada raksasa teknologi bahwa negara tidak tunduk pada perusahaan multinasional," kata Pratama dalam keterangan tertulisnya, Minggu, (31/7/2022).

Pratama menuturkan, pemerintah sudah pernah bertindak tegas kepada Telegram yang digunakan 10 juta warga Indonesia. Twitter juga mempunyai total pengguna hingga 10-15 juta tentu bisa ditindak tegas serupa.

Sementara itu, dalam kasus Facebook, pemerintah juga bisa menindak tegas. Namun, pemerintah perlu sadar bahwa Facebook tidak berdiri sendiri karena ada aplikasi lain seperti Instagram, Whatsapp hingga Meta.

"Tentu WhatsApp yang akan menjadi perhatian serius karena menjadi aplikasi utama instant messaging yang dipakai saat ini. Tentu pendekatannya tidak bisa sama dengan Telegram yang dahulu langsung diancam blokir karena pemakainya tidak terlampau banyak. Perlu jeda waktu agak lama untuk sosialisasi masyarakat dan juga memberi waktu pada FB selaku “pemilik “ Whatsapp untuk melakukan pendaftaran PSE ke Kominfo," tutur Pratama.

Jadi perlu syok terapi juga, karena selama ini mereka merasa lebih aman dan lebih besar karena pemakai di Indonesia sangat banyak. Termasuk keberanian mereka ini terutama FB untuk urusan pajak, dan FB juga enggan membuka kantor di Indonesia. FB ini hanya membuka kantor yang diisi satpam untuk menerima surat saja," tutur Pratama.

Ia menilai, masyarakat akan mengerti bila ada komunikasi antara pemerintah dengan FB maupun Twitter. Ia menilai, pemerintah bisa mendorong pemberian penjelasan untuk memenuhi syarat sehingga bisa beraktivitas di Indonesia.

"FB terutama akan rugi banyak karena pemakai di Indonesia sangat banyak. Pengumuman dari pemerintah sangat penting, terutama untuk mengimbau para pengiklan di FB dan Twitter untuk menghentikan iklannya sementara platform tersebut diblokir," tutur Pratama.

Dalam kasus Google, ia menduga akan ada penolakan publik. Ia beralasan, Google telah digunakan di perkantoran hingga instansi pemerintahan. Di sisi lain, Youtube sudah menjadi alat mata pencarian bagi beberapa pihak. Hal yang paling parah adalah kemungkinan smartphone Indonesia tidak beroperasi jika blokir berlaku.

Ia menyinggung soal kondisi Uni Eropa melarang Google memberikan aplikasi secara default di ponsel Android yang beredar di Uni Eropa. Aturan tersebut berlaku tidak hanya berkaitan pelanggaran monopoli, tetapi juga mengurangi ketergantungan publik terhadap aplikasi Google.

News Update