Si Borjuis yang Berhasrat Jual Proletar

Jumat 29 Jul 2022, 07:00 WIB
Jumpa pers Baim Wong, terkait pencabutan pengajuan CFW ke HAKI. Tampak Baim Wong, Paula Verhoeven, Bonge dan Willy Salim, di kantor Tiger Wong Entertainment. (Foto: Tresia) 

Jumpa pers Baim Wong, terkait pencabutan pengajuan CFW ke HAKI. Tampak Baim Wong, Paula Verhoeven, Bonge dan Willy Salim, di kantor Tiger Wong Entertainment. (Foto: Tresia) 

Oleh: Alfin Pulungan, Wartawan Poskota

HASRAT Baim Wong yang mendaftarkan Citayam Fashion Week sebagai merek ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM sekilas seperti niat yang baik tapi sebenarnya jauh dari perikemanusiaan. Alih-alih mengangkat martabat para kaum marginal, upayanya itu lebih pantas disebut Si Borjuis yang berhasrat menjual Si Proletar.

Bagaimana tidak, jika Baik Wong melalui perusahaannya PT Tiger Wong Entertainment melegalisasi merek Citayam Fashion Week, hal itu sama saja dengan mengkomersialiasi gerakan yang alami tumbuh oleh kalangan anak muda. Baim Wong yang sebelumnya tak punya peran apa-apa menghadirkan sebuah tren hiburan itu diam-diam ingin menenggak cuan dari kiprah sejumlah anak muda kampung.

Citayam Fashion Week adalah gerakan tanpa perencanaan oleh sekelompok muda-mudi yang kebanyakan berasal dari sejumlah kampung di Jabodetabek. Sesuai namanya, Citayam disebut sebagai daerah asal di mana pemuda-pemudinya menjadi pionir gerakan ini. Aksi spontan kaum udik itu sontak menjadi gong bagi kaum urban.

Popularitas mereka bahkan mengalahkan gema elektabilitas sejumlah tokoh politikus minim prestasi yang selama ini menyesakkan media-media massa. Terbukti, para pejabat dan model profesional sempat-sempatnya ikut menjajal catwalk berupa tempat penyeberangan jalan di sana.

Kaum milenial yang sebelumnya jauh dari hiruk pikuk perkotaan itu sudah sepantasnya memperoleh ruang publik sebagai tempat berekspresi. Memberi mereka hak ruang publik merupakan bagian dari esensi demokrasi. Kaum borjuis maupun agamawan penjilat kekuasaan sudah seharusnya berhenti melontarkan penilaian negatif terhadap mereka, karena khawatir sikap itu bakal mengarah pada diskriminasi.

Terkhusus kepada kalangan mapan, sudah sepantasnya menyetop segala upaya membisniskan Citayam Fashion Week. Sebab, ruang publik seperti jalan, taman kota, hutan kota, jalur pedestarian, lapangan olahraga, dan fasilitas publik lainnya, merupakan tempat yang sepenuhnya diperuntukkan bagi kepentingan publik dan bebas untuk dinikmati.

Lagi pula, siasat mendaftarkan merek Citayam Fashion Week memiliki dampak di kemudian hari. Bila suatu saat aktivitas ini terdaftar sebagai merek, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek memberi hak bagi pemilik untuk memperoleh manfaat ekonomi dari nama itu.

Pemilik nama bahkan bisa memonopoli kegunaannya dan dapat menggugat ganti rugi terhadap siapapun yang memakai nama merek tersebut. Nama-nama populer yang muncul dari gerakan Citayam Fashion Week seharusnya diberi kesempatan untuk memperoleh penghasilan menjadi bintang iklan, tanpa harus membujuk mereka untuk melegalkan gerakan alamiah ini.(*)

News Update