Upaya Jokowi Temui Putin dan Zelensky Dinilai Mampu Atasi Krisis Pangan di Banyak Negara

Jumat 08 Jul 2022, 15:06 WIB
Foto Presiden Jokowi dan Presiden Vladimir Putin (Foto:  Twitter/Jokowi)

Foto Presiden Jokowi dan Presiden Vladimir Putin (Foto: Twitter/Jokowi)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengapresiasi perjuangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengatasi ancaman krisis pangan yang diprediksi akan dialami oleh negara-negara berkembang akibat dari perang antara Rusia dan Ukraina.

Menurut Daniel, langkah Jokowi bertemu dengan dua kepala negara bertikai, yakni Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin bukan hanya untuk kepentingan Indonesia, namun lebih pada kepentingan rakyat di negara-negara berkembang.

“Tentu kita apresiasi karena ini terobosan pak presiden bukan hanya untuk menyelamatkan kondisi Indonesia tetapi juga merangkul solidaritas menjadi suara rakyat dibanyak negara berkembang. Jadi ini bagian terobosan dan upaya pak presiden agar persoalan pangan menjadi perhatian dunia,” kata Daniel Johan kepada wartawan, Jumat (8/7/2022).

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menuturkan, perang antara dua negara Eropa Timur ini akan berpengaruh pada krisis pangan yang ekstrim.

Buntutnya Indonesia juga terancam mengalami hal serupa karena beberapa negara penghasil pangan sedang menghadapi perubahan iklim. Keadaan ini tentu sangat berpengaruh besar bagi produksi pangan. 

“Tentu sangat mengkhawatirkan, artinya krisis pangan ini sudah semakin nyata dan akan semakin nyata ke depan. Jadi dua hal selain dampak dari perang yang tidak jelas kapan berakhir, membuat banyak menimbulkan disrupsi termasuk disrupsi logistik dan lainnya. Kedua juga faktor perubahan iklim seperti terjadi ambang batas panas di Jepang, dan akan terjadi badai tropis di sejumlah negara penghasil lengan termasuk Vietnam. Ini akan semakin memperdalam keseriusan persoalan pangan,” ucapnya.

“Semua ini mendorong meningkatnya harga-harga bahan pokok yang dibutuhkan atau yang menghasilkan produksi pangan seperti energi dan pupuk, khususnya pupuk. Kenaikan pupuk itu kalau disiasati dengan baik akan berimplikasi dan berdampak pada kesejahteraan petani, berimplikasi pada dropnya produksi dan berimplikasi pada meroketnya inflasi,” tambahnya.

Olehnya karena itu, politisi asal Kalimantan Barat ini menyarankan agar para menteri terkait secepatnya membahas kemungkinan-kemungkinan atau program darurat untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan ini. 

“Secara umum itu menghawatirkan dan harus mendapat perhatian serius para Menteri terkait, harus membahas kemungkinan-kemungkinan dan merumuskan program-program darurat untuk mengantisipasinya,” sarannya.

Meski terancam, Daniel mengaku optimistis dengan kondisi alam Indonesia, khususnya di pedesaan yang masih mengandalkan cocok tanam dalam menopang hidup keseharian. Menurut dia, dampak dari krisis pangan ini hanya akan dirasakan oleh masyarakat kota, tapi tidak oleh masyarakat di desa.

“Yang agak membuat Indonesia lebih aman dibanding negara tropis lainnya adalah di desa-desa itu orang masih bisa menanam sendiri untuk memenuhi kebutuhannya, bulan dalam konteks perdagangan. Termasuk di sungai, laut itu masih bisa menangkap ikan untuk kebutuhan sehari, hari dan itu sangat membantu, terkecuali masyarakat di Kota akan merasakan krisis yang serius,” katanya.

Senada dengan Daniel, Pengamat Pertanian dan Pangan Wayan Supadno menuturkan, keputusan Jokowi bertemu dengan pimpinan negara-negara dunia di KTT G7 di Jerman begitu juga pertemuan dengan Zelenskyy dan Putin menunjukkan ciri khas orang Indonesia, yakni memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi.

“Harus memang begitu dan itu ciri khas orang Indonesia, artinya agar dunia tahu bahwa Indonesia ini warganya itu punya nilai kemanusiaan yang tinggi, punya kepedulian terhadap kemanusian. Kalau sudah kemanusiaan maka golnya adalah kepedulian antar bangsa,” jelas Wayan.

Wayan pun optimistis Indonesia tidak akan mengalami krisis pangan karena memiliki devisa yang cukup mendukung, yakni stok Crude Palm Oil (CPO) Sawit yang cukup besar dan siap diekspor ke negara luar. 

Namun, Wayan tak menampik jika Indonesia akan mengalami lonjakan harga pangan karena kebutuhan produksi seperti pupuk dan pestisida masih diimpor dari Rusia dan Ukraina.

“Kita harus tahu diri bahwa pangan kita itu sekitar Rp 300 triliun impor, sebanyak itu baik pangan maupun sarana produksinya, nah kita harus siapkan devisanya,” ujarnya. 

“Kalau pangan di Indonesia harganya naik untuk komoditas tertentu pasti, karena kita harus impor. Misalkan pupuk dan pestisida kita harus impor untuk mendongkrak harga produksi pangan kita. Jadi harga pupuk kimia itu melonjak akibat perang Rusia-Ukraina dan pangan menjadi mahal karena keadaan. Kita harus perkuat devisa dengan perbanyak mengekspor CPO yang sedang parkir sebanyak 6,1 juta ton, atau itu setara dengan Rp 135 triliun devisa kita,” imbuhnya menandaskan.(*)

Berita Terkait

News Update