Jengkel Sering Diomeli Suami, Kok Malah Bayinya Dibanting

Selasa, 28 Juni 2022 06:30 WIB

Share
Kartun Nah Ini Dia: Jengkel Sering Diomeli Suami, Kok Malah Bayinya Dibanting. (kartunis: poskota/ucha)
Kartun Nah Ini Dia: Jengkel Sering Diomeli Suami, Kok Malah Bayinya Dibanting. (kartunis: poskota/ucha)

NY. Sarah (25) agaknya memang sarap. Dia tak layak jadi ibu. Betapa tidak. Hanya gara-gara sering diomeli suami, justru bayi Dulloh yang usia 5 bulan dibuat pelampiasan. Saat nangis melulu habis dimandikan, langsung Dulloh dibanting 2 kali sampai tewas. Ibunya menegor, justru diancam mau dibunuh sekalian.

Segalak-galaknya macan takkan memakan anak sendiri, begitu kata pepatah. Tapi ada juga rupanya seorang ibu yang kalah sama macan. Sosok ibu yang menjadi gudangnya kasih sayang dan kesabaran bagi anak-anaknya, tak berlaku bagi satu orang ini. Jika hatinya kadung jengkel, hal-hal yang di luar nalar pun dilakukan. Prinsip perempuan iblis ini adalah, “Masuk penjara biarin, toh di sana juga dikasih makan ini.”

Ny. Sarah yang tinggal di Wonocolo, adalah salah satunya, dia ibu paling kejam sekota Surabaya. Dia hanya bisa bikin doang, tapi tak mampu merawatnya dengan kasih sayang. Bagaimana mungkin, jika kesal sama suami kok yang dibuat sasaran anaknya? Mbok kalau berani lawan saja suaminya itu, mau tinju atau gulat, atau smackdown?

Istrinya  Jumadi, 33, ini memang temperamental, gampang tersinggung, gampang emosi, dipakai demo bayaran cocok sekali dia. Tapi Jumadi sendiri juga salah, tahu jika marah lalu anak yang dibuat pelampiasan, kok ya masih demen ngomeli istri. Akhirnya ya seperti pepatah: gajah berjuang sesama gajah, pelanduk mati di tengah-tengah.

Pasangan Jumadi – Sarah sudah punya dua anak, sebagai hasil kerjasama nirlaba. Sejak  5 tahun lalu. Yang pertama sudah berusia 4 tahun, dan nomer dua baru berusia 5 bulan. Karena suami isti ini orang sama-sama sibuk, yang ngurus bocah-bocah justru si nenek alias ibu kandung Sarah sendiri. Kedua anak Sarah ini sudah seperti aba sapi, karena dia lebih banyak minum susu formula (tanpa E) ketimbang ASI.

Beberapa hari lalu dia sempat mengurus sendiri bayinya. Pagi hari sebelum berangkat ke Gunung Kidul untuk urusan bisnis, Sarah mencoba memandikan bayinya sendiri. Tapi si upik rupanya nangis melulu setelah dimandikan. Bukan dicari apa penyebab nangis melulu, tapi justru dikaitkan dengan kejengkelannya karena sering dimarahi suami.

Bayi itu dihardik agar diam, tapi malah makin kencang suara tangisnya. Jengkel bena rupanya si Sarah. Bayi usia 5 bulan itu langsung dibanting ke lantai 2 kali, langsung diam. Dipungut dan dipukul sekali lagi punggungnya, pletakkk.....dan diam totalah si upik. Bayi malang itu baru kemudian ditaruh di boks.

Ibu Sarah yang selama ini bersamanya, karena tak tahu masalahnya, lalu mengambil bayi itu untuk diberi susu. Tapi ternyata sudah dingin membisu.  Kenapa si anak ini? Jawab Sarah enteng saja, “Tak banting dua kali tadi, mati ngkali ya.” Keruan saja ibunya marah-marah, “Anak sendiri kok dibanting, kamu ini ibu cap apa sih?” Tapi dasar anak durhaka, Sarah malah mengancam ibunya. “Kalau ibu tak mau diam, tak bunuh sekalian nanti.....” ujar Sarah yang sarap ini.

Takut ancaman anak, si nenek malang ini hanya bisa diam. Dia tak berani protes ketika bayi malang itu lalu dikubur model kucing saja, habis itu bersama suami dan anaknya yang gede langsung berangkat  ke sebuah acara di Gunung Kidul. Sedianya 5 hari baru pulang.

Karena bayi malang itu hanya dikubur asal-asalan, ketika mulai membusuk baunya ke mana-mana. Dengan terpaksa dia lapor ke Pak RT tentang apa yang terjadi. Mayat bayi dibongkar, semuanya terkejut. Polisi Polsek Wonocolo dihubungi, dan suami istri yang masih di Gunung Kidul ini dijemput paksa. Dalam pemeriksaan Sarah mengakui membunuh bayi itu karena jengkel sering diomeli suami. “Yok apa se, kok diantemna aku (kenapa ditimpakan ke saya)...”, jawab Jumadi kaget.

Halaman
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar