JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Bendum PBNU), Mardani Maming, dicekal bepergian ke luar negeri lantaran diduga terlibat kasus korupsi yang saat ini masih diselidiki oleh KPK.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, KPK memang telah meminta kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk mencegah Mardani Maming bepergian ke luar Tanah air.
"Benar, KPK telah mengajukan permohonan cegah kepada pihak imigrasi terhadap dua orang terkait dugaan korupsi yang sedang kami lakukan penyidikan," kata Ali dalam keterangannya, Selasa 21 Juni 2022.
Disebut-sebut, Mardani Maming terlibat dalam dugaan kasus korupsi peralihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan pada saat dirinya menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.
Adapun dalam dugaan kasus rasuah tersebut, KPK tidak hanya menyebut nama Mardani Maming, namun juga menjerat nama manyan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, yakni Raden Dwidjono Putrahadi Sutopo (RDTP).
"Terkait dengan RDTP, kini telah berstatus sebagai terdakwa dan perkaranya masih disidanhka di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Kalimantan Selatan," ujar Ali.
"Terkait dengan yang bersangkutan (Mardani Maming), saat ini KPK masih terus mengumpulkan dan melengkapi alat bukti terkait dengan penyidikan kasus tersebut," ucap dia.
Informasi menganai Mardani Maming yang diduga terlibat dalam kasus rasuah hingga telah ditetapkan sebagai tersangka itu pun ditanggapi oleh Kuasa hukumnya, yakni Ahmad Irawan.
Bahkan, Irawan menyebut bahwa kliennya itu belum pernah menerima surat penetapan tersangka dari KPK. Terlebih, soal pencekalan kliennya untuk bepergian ke luar negeri pun, dikatakannya tak pernah diterima.
"Hingga saat ini kami belum pernah menerima surat penetapan tersangka oleh KPK atas nama bapak Mardani H Maming," kata Irawan lewat keterangan tertulis, dikutip Selasa, 21 Juni 2022.
Terkait hal ini pula, dia justru mempertanyakan kredibilitas KPK ihwal penetapan dan pencegahan terhadap kliennya itu. Sebab menurut dia, hal ini justru menjadi pelik karena publik tahu lebih dulu soal kliennya itu sementara pihaknya saja belum menerima surat pemberitahuan apapun.