ADVERTISEMENT

Waspada! Nilai Tukar Rupiah Melemah Mendekati Angka Rp15.000 Per Dolar AS, Daya Beli Masyarakat Tergerus

Senin, 20 Juni 2022 18:23 WIB

Share
Pengamat politik dari LIPI Maxensius Tri Sambodo. (ist)
Pengamat politik dari LIPI Maxensius Tri Sambodo. (ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA,POSKOTA.CO.ID - Nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan terhadap dolar AS, pada Senin (20/6/2022) sore ditutup pada level Rp14.836 per dolar AS.

Pelemahan rupiah yang mendekati angka Rp15.000 itu dapat menggerus daya beli masyarakat, karena kebutuhan harga pokok juga akan merangkak naik.

Pengamat politik dari LIPI, Maxensius Tri Sambodo mengakui, bahwa dalam beberapa hari ini rupiah memang mengalami pelemahan terhadap dolar AS, dan pelemahan rupiah terhadap dolar AS itu akan mempengaruhi ekonomi masyarakat. 

"Daya beli masyarakat akan tergerus nantinya karena kebutuhan harga pokok akan mengalami kenaikkan," terang Maxensius yang dihubungi di Jakarta, Senin (20/6/2022).

Ia menjelaskan bahwa masyarakat yang membawa uang Rp50 ribu ke pasar tadinya bisa dapat banyak barang dibeli, maka dengan kondisi ekonomi sekarang itu hanya mendapatkan separuh barang, atau mungkin seperempat barang.

"Jadi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS itu sangat berdampak kepada ekonomi masyarakat, apalagi kalau kebutuhan kita masih mengandalkan impor karena itu perlu ada substitusi (barang pengganti)," terang Maxensius.

Apalagi, menurut Maxensius, ekonomi kita terbuka yang masih bergantung dari kebutuhan impor, baik dari sektor makanan, energi dan bahan baku industri, sehingga kalau nilai tukar rupiah terdepresiasi akan menyebabkan barang impor tersebut akan menjadi mahal.

"Dengan kondisi seperti itu maka akan terjadi  tekanan inflasi domestik, sehingga ini yang harus diantisipasi agar tidak terjadi kepanikan masyarakat, seperti dengan menjamin ketersediaan barang, termasuk ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat, pasokan gudang untuk melancarkan distribusi," papar Maxensius.

Sampai kapan kondisi rupiah akan terus mengalami tekanan, Maxensius menegaskan tidak ada yang bisa memastikan selama serangan Rusia ke Ukraina masih terus berlangsung.

"Sekarang ini negara-negara maju sudah menerapkan kebijakan keuangan yang ketat untuk menekan  inflasi domestik mereka, seperti dengan menerapkan kebijakan suku bunga yang cenderung naik, mereka juga mendorong capital flow (aliran modal) keluar kepada negara-negara yang menawarkan suku bunga tinggi. 

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT