Suami di Bekasi Tega Siram Air Keras pada Istri, Mertua, dan Anaknya, Sosiolog: Tak Ada Kelainan Jiwa, Ini Jelas Biadab!

Senin 20 Jun 2022, 22:26 WIB
Sosiolog, Musni Umar.( Adam)

Sosiolog, Musni Umar.( Adam)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Nasib tragis menimpa SH (25), perempuan asal Sukatani, Bekasi, Jawa Barat yang harus menjadi korban kebiadaban sang suami, Kenji (26) yang tanpa pikir panjang tega menyiramkan air keras kepada dirinya, Ibunya, serta anaknya yang masih balita.

Diketahui, motif Kenji melakukan tindalan biadab terhadap ketiga orang itu, ialah karena dirinya yang merupakan sosok suami sirih dari SH ini, tak ingin diceraikan oleh SH yang mungkin sudah capek akan kelakuannya yang acap kali mabuk-mabukan namun tak berpenghasilan.

Mengenai hal ini, Sosiolog, Musni Umar menyatakan turut prihatin akan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang kembali terjadi dengan melibatkan pihak lain ini.

"Pertama saya turut prihatin akan peristiwa yang menimpa korban ini. Sebab, sudah seharusnya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tidak lagi terjadi di masa sekarang ini," kata Musni saat dihubungi Poskota.co.id Senin (20/6/2022).

Dalam kasus tindak penganiayaan ini, dia berujar, bahwa pelaku atau Kenji tidak mungkin memiliki kelainan jiwa sehingga dapat dengan tega melakukan tindakan keji ini terhadap sang istri, Ibu mertua, hingga anak yang masih berusia balita.

"Menurut saya, pelaku atau suami korban ini tidak sama sekali mengidap kelainan jiwa, ini jelas tindakan yang biadab," ujar Musni.

Menurutnya, si pelaku ini seharusnya sadar, mawas diri bahwa hidupnya saat ini bergantung pada sosok istrinya.

Dan kalau pun istrinya mengajak untuk bercerai, seharusnya dia bisa untuk mengevaluasi diri akan sikapnya yang selama ini hanya mabuk-mabukan.

Terlebih tak memiliki penghasilan jua.

"Harusnya sadar, mawas diri akan keadaannya saat ini. Itu kan jelas menjadi beban bagi istrinya," ucap dia.

Dia memaparkan, dalam kasus ini, kemungkinan pelaku dapat berbuat tega terhadap para korban, ialah karena pelaku ini merasa bahwa pasca terjadi perceraian dengan sang istri, hidupnya tak akan menjadi lebih baik, bahkan bisa saja menjadi lebih buruk dari yang sebelumnya.

"Jadi dari kasus ini, yang saya lihat pelaku ini berani melakukan penganiayaan terhadap para korban karena rasa takut akan kehidupannya pasca berpisah akan semakin hancur berantakan. Pelaku ini tak berani untuk bangkit dari zonanya, bangkit untuk membalikkan keadaan di mana seharusnya dia lah yang menafkahi istri dan anaknya," papar Musni.

Dia pun menegaskan, perihal status pernikahan tak bakal bisa dijadikan dalih atau alasan apa pun bagi seseorang untuk tidak menafkahi anak dan istrinya.

"Jadi, mau itu nikah sirih atau bukan, kewajiban suami adalah memberi nafkah bagi anak dan istrinya. Bukan malah menjadi beban dan bertindak sebiadab ini," tegasnya.

"Seharusnya juga, si pelaku ini sadar, apabila ada masalah jangan lah lari ke minuman. Melainkan lari mendekatkan diri pada Tuhan, berserah, sambil terus berusaha mencari pekerjaan untuk menafkahi keluarganya," sambung dia.

"Dan pada intinya, saya sebut tidak ada kelainan jiwa pada pelaku. Dalam banyak kasus, KDRT tidak ada yang ditemukan adanya kelainan jiwa," tandas Rektor Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta itu. (adam)

Berita Terkait
News Update