ANCAMAN krisis pangan menjadi momok bagi sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia. Lebih memprihatinkan lagi, jika sejumlah negara tersebut menghentikan pasokan ekspor pangan sebagai bentuk antisipasi di dalam negeri.
Bagi negara yang mampu memenuhi pangan dalam negeri ( swasembada) , ancaman krisis pangan hanya akan berasal dari dalam negeri. Tentu, dengan meningkatkan produksinya agar tidak sampai krisis.
Tetapi tidak demikian bagi negeri yang masih memiliki ketergantungan dengan impor pangan beberapa komoditas, seperti negara kita. Berarti ada dobel ancaman, produksi pangan dalam negeri, dan pasokan pangan dari luar.
Diperoleh informasi,sebanyak 22 negara memutuskan pasokan pangan dan bahan pangan ke negara lain. Mereka stop impor pangan, di antaranya Argentina sebagai penghasil kedelai dan Brasil penghasil pakan ternak.
Dampaknya, industri tahu dan tempe akan menghadapi masalah karena, kita tahu, kedelai sebagai bahan bakunya selama ini masih mengandalkan impor, mengingat hanya sebagian yang dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Data menyebutkan, kebutuhan kedelai dalam negeri setiap tahunnya sekitar 3 juta ton, sedangkan produk dalam negeri hanya mampu menyuplai sekitar 750 ribu ton. Tak heran, angka impor kedelai terus naik. Tahun 2018 misalnya impor kedelai 2,58 juta ton, tahun 2019 2,67 juta ton. Januari – Oktober 2020 tercatat 1,92 juta ton.
Komoditas pangan impor lainnya, adalah pakan ternak,sayur, buah, bahkan tak acap beras dan garam pun didatangkan dari negara lain. Jika negara pemasok tutup keran ekspor pangan ke negeri kita, dapat diduga stok menjadi terbatas, jika tidak dikatakan menjadi langka.
Yang didapat berikutnya harga tempe tahu menjadi naik karena kenaikan ongkos produksi, boleh jadi perajin tahu tempe berhenti produksi bukan karena harga kedelai sangat tinggi, tetapi barangnya langka. Begitu juga pada harga daging ternak dan peternaknya.
Di sisi lain, fakta tidak terbantahkan bahwa sebelum krisis pangan terjadi, kenaikan harga komoditas pangan sudah mendahului. Bahkan, kenaikan harga ini sudah terjadi sejak akhir tahun lalu.
Pasca lebaran yang biasanya sejumlah komoditas pangan yang sebelumnya naik, menjadi turun, kali ini malah tetap naik, atau labil.
Hasil sidak Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan ke sebuah pasar tradisional pekan lalu menyebutkan hampir semua bahan pokok naik harga, kecuali beras.
Kenaikan harga rata – rata sekitar 20 – 30 persen, seperti cabai rawit merah, cabai merah keriting, bawang merah, telur hingga daging.