ADVERTISEMENT

Reshuffle Bukan Jaminan!

Kamis, 16 Juni 2022 09:57 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

“Reshuffle belum jaminan memperbaiki keadaan, masih banyak upaya lain. Yang dibutuhkan sekarang para elite politik perlu turun gunung mempelopori gerakan sense of crisis secara nyata, bukan sebatas retorika dan slogan belaka.” - Harmoko
 
MEROMBAK kabinet bukanlah hal yang baru dan tabu, bahkan sangat dibutuhkan jika hendak memperbaiki kinerja kabinetnya. Di era pemerintahannya, Presiden Jokowi sudah enam kali merombak kabinet dengan beragam alasan. Mulai dari upaya memperbaiki manajerial pemerintahan, memperkuat sinergi dan koordinasi lintas kementerian, karena adanya menteri yang terjerat korupsi hingga menyolidkan dukungan politik.

Reshuffle (perombakan kabinet) sekarang ini merupakan sebuah kebutuhan mendesak, bukan saja untuk memperkuat dukungan politik menjelang gelaran pilpres dan pileg 2024, lebih-lebih situasi ekonomi global yang penuh dengan ketidakpastian.

Kita tahu, dunia sedang menghadapi situasi sulit. Triple horor – yang disebut juga sebagai triple challenges, yakni inflasi tinggi, suku bunga tinggi dan melemahnya pertumbuhan ekonomi yang datang bersamaan, sudah terasa di depan mata. Bank Dunia dan IMF memberi sinyal perekonomian 60 negara terancam ambruk, menjadi fail states atau negara yang gagal.

Dua hal tadi, memantapkan stabilitas politik dan perekonomian nasional, menjadi alasan mendasar reshuffle kabinet saat ini dilakukan. Ini sebagai langkah antisipasi sejak dini, menghadang hantu inflasi dan krisis menerpa negeri kita.

Ini akan menguras energi bagi menteri yang ditempatkan menangani bidang  ekonomi, perdagangan, pangan dan energi, mengingat krisis pangan dan energi sudah menghantui dunia. Lengah sedikit akan terjadi stagflasi yang berdampak kepada ekonomi biaya tinggi, melemahnya daya beli, merosotnya tingkat produksi nasional dan angka pengangguran yang meninggi.

Ujung-ujungnya adalah tingkat kesenjangan sosial yang kian melebar, dan semakin jauhnya rasa keadilan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Sementara, terciptanya keadilan dan kesejahteraan sosial adalah cita – cita sejak negeri ini didirikan.

Di sinilah perlu gerak cepat seluruh jajaran Kabinet Indonesia Maju, hasil reshuffle. Tak ada  waktu lagi untuk berleha-leha di belakang meja, duduk di singgasana dengan jabatan barunya yang penuh agenda acara. Tak cukup untuk beradaptasi dengan masa kerja yang kurang dari 2 tahun.

Yang dibutuhkan adalah kerja keras, kerja tangkas, kerja cerdas dan berkualitas agar segala macam masalah segera tuntas. Mulai dari soal pengendalian harga kebutuhan pokok, penyediaan stok pangan nasional serta kelancaran distribusinya. Ingat urusan minyak goreng saja hingga kini belum tuntas walaupun sudah ditangani oleh Menko Marves. Belum lagi soal kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan.

Yang dibutuhkan sekarang oleh para punggawa negeri ini, siapapun dia yang duduk di kabinet, di elemen pemerintahan harus bersatu padu memiliki sense of crisis dan kemampuan solve the crisis! Bukannya terus menggalang dukungan 3 periode untuk menyelamatkan gurita bisnisnya atau juga menggerogoti pundi usaha negara untuk modal menaikkan elektabilitas kampanye 2024.

Tidak ada waktu lagi untuk menilai apakah menteri yang duduk di kabinet kapabel atau tidak kredibel. Tak cukup waktu juga untuk memperdebatkan apakah memiliki akseptabilitas, popularitas, dan berkualitas, meski itu menjadi prasyarat sebagai pejabat negeri.

Halaman

ADVERTISEMENT

Editor: Deny Zainuddin
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT