“Ada beberapa asumsi makro yang memengaruhi kenapa penyesuaian tarif listrik ini perlu dilakukan, karena kita tidak bisa mengontrol seperti kurs, ICP (Indonesia Crude Price), inflasi, dan harga coal juga memengaruhi," kata Rida.
Sementara, kata Rida, yang paling memengaruhi pertimbangan kenaikan tarif listrik ini di antara empat asumsi makro tersebut yakni harga minyak mentah dunia yang sudah melebih angka USD 100 per barel, sementara asumsi di APBN 2022 awal tahun hanya USD 63 per barel.
Di sisi lain, realisasi rata-rata kurs sebesar Rp 14.356 per dollar AS atau lebih tinggi dari asumsi semula yang sebesar Rp 14.350 dollar AS. Lalu, realisasi inflasi sebesar 0,53 persen dari asumsi semula sebesar 0,25 persen.
Bahkan, harga patokan batu bara tercatat mencapai Rp 837 per kilogram karena telah diterapkan capping harga, realisasi rata-rata harga batu bara acuan (HBA) di bawah 70 dollar AS per ton.
"Kemudian kita memerlukan adjustment untuk sharing burden dan sekaligus mengoreksi bantuan pemerintah tadinya terus diterima oleh yang menikmati, tapi kita perlu mengoreksi untuk lebih sasaran dan berkeadilan," katanya.