ADVERTISEMENT

MUI Tanggapi UAS yang Pernah Ceramah 'Bom Bunuh Diri' Seperti Gerakan Mati Syahid: Awal dari Tindak Kekerasan

Kamis, 19 Mei 2022 23:42 WIB

Share
Kolase foto Politisi PSI, Raja Juli Antoni dan Ustaz Abdul Somad (UAS). (ist/diolah daro google.com)
Kolase foto Politisi PSI, Raja Juli Antoni dan Ustaz Abdul Somad (UAS). (ist/diolah daro google.com)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Fenomena tidak boleh masuknya seseorang ke negara orang tidak saja dialami oleh Ustaz Abdul Somad, tapi juga orang lain juga mengalami hal yang sama, jika negara yang bersangkutan menganggap seseorang tersebut tidak layak masuk ke negaranya.

Menanngapi soal kasus UAS, Makmun Rasyid, Pengurus Harian Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme MUI Pusat menegaskan Pemerintah Singapura harus kita hormati terkait keputusan soal UAS.

"Mereka sebagai negara yang berdaulat seperti halnya negara kita juga, yang mengizinkan atau tidak warga negara lain masuk ke negaranya. Masing-masing negara memiliki intelijen dan sistem keamanan yang memastikan kemaslahatan beragama dan bernegara," kata Makmun Rasyid.

Menurutnya, UAS harus instospeksi diri dan belajar dari pengalaman tersebut.

"Era teknologi yang tidak mengenal sekat dan ruang akan membuat video ceramah atau statement seseorang bisa dilihat orang di seantero dunia, jadi harus hati-hati. Para penceramah dan pendakwah harus belajar dari kasus Yusuf Qardhawi yang di-banned beberapa negara karena persoalan fatwa atau statementnya. Pernyataan-pernyataannya terkait bom dan bunuh diri membuat kelompok radikal-terorisme terinspirasi hingga kemudian dimana ISIS menggunakan sepenggal kalimatnya untuk melakukan aksi tindak kekerasan," tegasnya.

Menurutnya pernyataan UAS, disadari atau tidak, pernyataan bahwa 'bom bunuh diri' seperti 'gerakan mati syahid' bisa menjadi inspirasi kelompok radikal-terorisme.

Muhammad Makmun Rasyid, Pengurus Harian Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme MUI Pusat. (ist)

"Sekalipun konteks pengucapannya berbeda, tapi teks akan berjalan tanpa terkadang melihat sejarah lahirnya teks itu. Ini harus menjadi pelajaran seorang pendakwah saat berhadapan dengan khalayak agar mampu memilih diksi yang tepat dan tidak digunakan untuk perkara negatif," pungkasnya.

Kasus UAS hingga kini masih ramai dibicarakan oleh masyarakat dan beritanya pun viral menghiasi pemberitaan media nasional, sejumlah tokoh politik, agama, masyarakat hingga pemerintah angkat biacara soal kasusnya tersebut. (*/mia)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT