Harus Berani Akui Kesalahan

Senin 09 Mei 2022, 07:11 WIB

“Harus berani jujur mengakui kesalahan. Hidup dengan melakukan kesalahan akan tampak lebih terhormat daripada selalu benar karena tidak pernah melakukan apa-apa..” - Harmoko
 
 
SALING memaafkan menjadi simbolis aktivitas berlebaran. Tak hanya di saat hari raya, juga sesudahnya melalui agenda halal bihalal dengan beragam bentuknya yang diselenggarakan pasca lebaran, selama masih di bulan Syawal. Ritual tahunan ini mengajarkan kepada kita agar senantiasa meminta maaf sebelum orang lain menyuruhnya meminta maaf serta memberi maaf sebelum orang lain meminta maaf.

Memberi maaf berarti menghapus kesalahan orang yang telah diperbuatnya, sedangkan meminta maaf perlu aksi nyata untuk tidak mengulangi kesalahannya. Itulah bentuk saling menghargai, saling menghormati satu sama lain sebagaimana nilai – niai luhur falsafah bangsa kita, Pancasila.

Jika seseorang sudah meminta maaf atas kesalahan, sudah berusaha memperbaikinya dengan aksi nyata, hendaknya diterima dengan lapang dada, penuh kebesaran jiwa dan keikhlasan. Bukan malah membully baik di dunia maya atau pun alam nyata hingga terpola dendam tak berujung yang tidak jelas dimana simpulnya.

Pitutur luhur mengatakan “Jembar segarane” yang berarti jadilah manusia yang berjiwa besar dan bisa memaafkan kesalahan orang lain. Tidak terkecuali mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya, bukan sebaliknya menutupi kesalahan dengan mencari – cari kesalahan orang lain.

Negarawan sejati jika memiliki keberanian mengakui kesalahan, belajar dari kesalahan untuk memperbaikinya di kemudian hari, termasuk dalam mengelola pemerintahan dengan mengusung kebijakan yang pro-rakyat.

Dapat dikatakan, keberanian mengakui kesalahan atas kebijakan yang telah digulirkan adalah bentuk evaluasi. Dengan kesalahan ada upaya perbaikan, tanpa mengakui kesalahan sama artinya pembiaran kebijakan salah arah.

Tidak sedikit kebijakan yang dikemas untuk kepentingan rakyat, tetapi kian membebani rakyat. Kenaikan harga dan tarif, adalah satu dari sekian kebijakan yang tidak pro- rakyat.

Di era sekarang, sangat diperlukan pemimpin di tingkat apa pun untuk berani terbuka mengakui kesalahan. Tanpa berani mengakui adanya kesalahan, dapat diduga, bahkan dipastikan, kesalahan yang sama akan berulang, atau kesalahan lain pun akan terjadi.

Itulah sebabnya para tokoh dan pemimpin dunia melihatnya bahwa kesalahan bukanlah aib. Hidup dengan melakukan kesalahan akan tampak lebih terhormat daripada selalu benar karena tidak pernah melakukan apa-apa seperti pernah dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi" di media ini.

Sebut saja Thomas Alva Edison, penemu bola lampu, Johann Gutenberg penemu mesin cetak, Albert Einstein, ilmuwan fisika teoretis. Jesse Livermore, trader yang menggunakan nalurinya untuk melakukan buy sehingga dikenal dengan sebutan "Raja Spekulasi", Winston Leonard Spencer Churchill,  Perdana Menteri Britania Raya sewaktu Perang Dunia kedua.  
Mereka sukses bukannya tanpa kesalahan, bahkan belajar dari kesalahan untuk memotivasi diri sehingga menjadi sukses.

Yang diperlukan kemudian adalah kejujuran para elite dan pejabat negeri di level manapun mengakui kesalahan. Kejujuran menjadi urgen, mengingat yang tahu persis kesalahan adalah diri sendiri melalui introspeksi, bukan orang lain. Kesalahan seperti apa, kepada siapa dan sejauh mana kesalahan yang telah kita lakukan, berikut dampaknya yang merugikan masyarakat.

Berita Terkait

Pembunuhan Karakter

Kamis 12 Mei 2022, 07:11 WIB
undefined

Polarisasi dan Rekonsiliasi

Kamis 09 Jun 2022, 06:56 WIB
undefined

News Update