ADVERTISEMENT

Hina Nabi Muhammad dengan Sebutan Mamat, Pendeta Saifuddin: Umatnya Tak Bisa Hidup Toleran

Kamis, 21 April 2022 21:40 WIB

Share
Pendeta Saifuddin. (Foto: Channel YouTube Saifuddin Ibrahim).
Pendeta Saifuddin. (Foto: Channel YouTube Saifuddin Ibrahim).

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Berstatus buron rupanya tak membuat pendeta Saifuddin Ibrahim jera melakukan aksi penghinaan terhadap umat muslim. Dari beberapa videonya, dengan enteng dia menyebut Nabi Muhammad SAW dengan panggilan "Mamat".

Senyampang merasa aman di negeri orang, pendeta Saifuddin terus membuat konten YouTube yang isinya tak lepas dari menyinggung keyakinan umat muslim. Hingga saat ini, Saifuddin bersikukuh meminta pemerintah Indonesia menghapus 300 ayat suci Alquran yang dinilainya memicu radikalisme.

Lewat Channel YouTube Saifuddin Ibrahim yang diunggah Rabu (20/4/2022), pria asal Bima ini membuat video berjudul 'AlFi4anT4njung, 4nw4rbb4s MU1 Kok T3rs1nggung??? P4r4rh!'.

Di video tersebut, Saifuddin tampak mendesak pemerintah Indonesia segera menghapus 'ayat-ayat pemicu radikalisme'. Menurutnya, ayat-ayat itu pula yang menjadikan umat muslim tak bisa hidup toleran dengan umat yang lain.

“Cabut, cabut dong karena ayat-ayat ini memicu, sehingga orang-orang bang Mamat itu turunannya tidak mau hidup toleransi dan damai,” ujar Saifuddin.

Pendeta jebolan pondok Hajjah Nuriyah Shabran-Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) angkatan 1984 itu mengaku, saat dirinya mengusul penghapusan 300 ayat Alquran itu, berbagai lembaga keagamaan macam Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah tokoh agama tidak memberi jawaban yang logis untuk mempertahankan ayat - ayat suci tersebut. 

“Jawaban mereka tidak sesuai dengan harapan saya tentang mencabut 300 ayat dari kitab Alquran,” katanya lagi.

Saifuddin juga mengaku heran kepada pihak - pihak yang marah kepadanya atas usulan tersebut. Dia mengatakan seharusnya pihak - pihak yang tersinggung memberi jawaban yang masuk akal, bukan justru menudingnya sebagai penista agama. 

“Berikan jawaban yang logis dan benar, bukan ‘oh ini penistaan, ini penghinaan’, itu bukan jawaban. Ini masalah intinya kenapa saya minta dicabut, ketidakadilan mayoritas terhadap minoritas, dan ini dilakukan oleh pemimpin, oleh pejabat negara,” katanya.(*)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT