.jpg)
MASING-masing kepala negara acap mendapat julukan. Dan, ini lazim terjadi di negara mana saja. Biasanya julukan itu diberikan berdasarkan prestasi terbaik kinerjanya, hal yang istimewa selama menjabat sebagai presiden.
Julukan bisa jadi berbeda dengan sudut pandang dan argumentasinya serta dokumentasi pendukungnya.
Baru-baru ini, Twitter resmi Setneg, mengunggah julukan mantan presiden mulai dari Soekarno sebagai Bapak Proklamator, Soeharto sebagai Bapak Pembangunan, BJ Habibie sebagai Bapak Teknologi, Abdurrahman Wahid sebagai Bapak Pluralisme, Megawati sebagai Ibu Penegak Demokrasi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Bapak Perdamaian. Ini versi Kementerian Sekretariat Negara.
Versi lain bisa juga lain. SBY misalnya oleh kalangan Partai Demokrat, konon, lebih cocok disebut sebagai Bapak Demokrasi. Tentu dengan argumentasinya.
Lantas bagaimana dengan julukan untuk Pak Jokowi? Publik masih menanti, meski sejumlah julukan sudah acap disematkan baik yang positif maupun berupa sindiran.
Julukan bisa juga diberikan kepada seseorang yang bukan presiden, bukan menteri, bukan pula pejabat publik baik pusat maupun di daerah.
“Betul bro, itu pak RW kita mendapat julukan “Ustaz RW” karena selain ustaz, dia juga sebagai ketua RW yang sangat peduli kepada lingkungan dan warganya” kata Yudi yang sudah sejak tadi di pos ronda. Ini julukan positif.
Lihat juga video “Ketahuan Nonton Video Porno saat Rapat, Anggota DPR RI ini Tak diberi Sanksi”. (youtube/poskota tv)
Julukan bisa berkonotasi negatif, sindiran dan ejekan akibat sisi buruk orang tersebut. Sebut saja mata keranjang, hidung belang, peselingkuh. Ada juga ”pelakor” dan “Senior” dan masih banyak lagi.
“Lo ingin dapat julukan juga bro?” tanya Yudi.
“Nggak Lah, kan gue udah dapat julukan bro.. brother..” kata si bro.
“Kirain ingin menjadi senior.” (jokles)
-(1).jpg)
.jpg)
