Jenghis Khan

Minggu 17 Apr 2022, 07:10 WIB

Oleh: Hasto Kristiyanto

DALAM  pelajaran sejarah, Jenghis Khan sering hanya diperkenalkan sebagai pemimpin yang bisa menyatukan bangsa Mongol. Secara kronologis sejarah mengajarkan tentang keberhasilannya menaklukkan sebagian besar wilayah Asia. Ia merupakan kakek Kubilai Khan. Dengan mewarisi semangatnya, Kubilai Khan berhasil membuat legacy sebagai sosok kaisar dengan wilayah kekuasaan terluas dalam sejarah umat manusia.

Sejarah kalau hanya dilihat secara kronologis seringkali menenggelamkan berbagai catatan kritis yang terkandung secara intrinsik di dalam fenomena historis tersebut, tentang apa dan bagaimana makna di balik setiap peristiwa sejarah. Sejarah pun hanya sebatas menjadi hafalan kejadian masa lampau, dan dilupakan relevansinya dengan masa kini dan masa yang akan datang. 

Bagi Sukarno, sejarah adalah pelajaran kehidupan. Sejarah harus dilihat secara kritis untuk menanyakan segala hal ikhwal terkait dengan apa yang melatar-belakangi setiap peristiwa dan bagaimana dampaknya bagi masa depan. Bagi Sukarno, Jenghis Khan menjadi salah satu sumber pengetahuan geopolitik. Jenghis Khan-lah yang ikut membentuk kesadaran Sukarno terhadap pentingnya kajian teoretik tentang aspek teritorial, politik dan kekuatan militer di dalam integrasi konsepsi geopolitiknya.

Sukarno mengibaratkan, belajar dengan Jenghis Khan bagaikan proses memahami makna school of life, sekolah kehidupan. Sebab Jenghis Khan digembleng oleh alam. Dia menyadari kondisi tanah airnya, dan di dalam membangun masa depan bagi bangsanya, Jenghis Khan memulai tekadnya dengan menyatukan Mongolia Raya. 

Jenghis Khan sosok yang menerapkan konsepsi pertahanan dalam cara pandang geopolitik. Ia memiliki keunggulan strategi dengan mengirimkan para ahli intelijennya untuk memahami segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kondisi suatu bangsa sebelum penyerangan dilakukan. Pemahaman menyeluruh tentang geopolitik ini mencakup kerawanan dan kelebihan kondisi geografis, sosial-ekonomi, kebudayaan, tata pemerintahan, hingga pertahanan militer suatu bangsa.  

Kehebatan kepemimpinan Jenghis Khan dalam strategi perang, menjadikan Universitas Pertahanan Republik Indonesia menempatkan Jenghis Khan sebagai salah satu materi sejarah perang. Sejarah perang bersifat wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa di Universitas bergengsi tersebut.

Dalam sejarah perang ini tidak hanya mempelajari sejarah peradaban umat manusia, namun juga tentang strategi, taktik, dan pemahaman perang sebagai seni di dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Dalam taktik medan perang misalnya, Jenghis Khan menempatkan pentingnya pelatihan, loyalitas, disiplin, dan komunikasi. Pasukan Mongol dilatih untuk memiliki daya respons yang tinggi guna menjawab berbagai skenario yang muncul di medan tempur.

 

Ilustrasi. (ucha)

Dengan disiplin tinggi, pasukan Mongol bergerak dalam satu irama strategi dan taktik perang tanpa harus diawasi oleh komandan perang. Dalam kedisiplinan itu dibangun tingkat kepatuhan yang begitu besar pada pemimpin sebagai aset vital. 
Kepemimpinan Jenghis Khan mampu menghadirkan kekuatan militer yang solid, didukung oleh sistem intelijen dan perencanaan serta sistem logistik yang handal.

Kemampuan manuver Pasukan Mongol juga terbukti menakutkan dengan serangan kilat, serangan lambung, pengepungan, bahkan strategi pengunduran pura-pura untuk memancing pergerakan lawan, dan kemudian dalam medan yang sudah direncanakan, melakukan serangan balik secara cepat dengan efek psikologis yang mengejutkan lawan. 

Begitu kagumnya Bung Karno dengan Jenghis Khan. Hal itu nampak dalam pidatonya yang mengangkat pentingnya membangun kekuatan pertahanan dalam cara pandang geopolitik sebagaimana telah dipraktikkan Jenghis Khan. Ditegaskan oleh Bung Karno suatu pernyataan Jenghis Khan yang terkenal: “Pertahananku berdiri atas kepribadian kita sendiri. Dan cara kami berperang terdiri atas pengetahuan keadaan musuh itu”.

News Update