ADVERTISEMENT

Soal Begal Jadi Tersangka, Praktisi Hukum: Dalam Kondisi Bela Diri, Status Tersangka Harus Dicabut

Jumat, 15 April 2022 19:49 WIB

Share
Praktisi Hukum Aldwin Rahadian . (Ist)
Praktisi Hukum Aldwin Rahadian . (Ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Perhatian publik sedang tertuju kepada kasus korban begal jadi tersangka di Lombok Tengah, NTB. Pasalnya aksi membela diri yang dilakukan korban membuat dua dari empat pelaku begal tewas di tempat sehingga oleh kepolisian korban begal ini ditetapkan menjadi tersangka.

Praktisi Hukum Aldwin Rahadian mengungkapkan, ada dua pembelaan diri terpaksa/bela paksa atau noodweer dalam Pasal 49 KUHP yaitu Bela Paksa Biasa (Noodweer) dan Bela Paksa Berlebih (noodweer excess). 

Bela paksa yang berlebihan artinya pembelaan diri yang dilakukan tidak seimbang dengan serangannya, tetapi diperbolehkan oleh KUHP jika memang pelaku—dalam hal ini korban begal—secara psikologis terguncang atas serangan atau ancaman serangan fisik yang ditujukan kepadanya.

 

“Bela Paksa Berlebih ini merupakan alasan pemaaf. Jadi kalau terbukti seseorang melakukan pembelaan paksa secara berlebihan akibat goncangan psikis misalnya panik, maka seseorang itu tidak bisa dipidana. Memang dia bersalah, tetapi dimaafkan menurut Pasal 49 KUHP. Dalam kasus ini korban begal jadi tersangka ini, jika dalam kondisi membela diri, status tersangkanya harus dicabut. Apalagi korban dibegal oleh empat orang,” ujar Aldwin yang juga Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini di Jakarta, (15/4/2022).

Menurut penulis buku Aspek Hukum Atas Senjata Api Beladiri ini melihat jika kasus tersebut memang sejak awal tidak ada mens rea atau niat membunuh, hanya saja pembelaan dirinya itu menyebabkan orang yang menyerang nya menjadi terbunuh. 

Tapi tentu hal itu harus diyakini dulu oleh penyidik. Bahkan, lanjutnya, untuk membela harta/nyawa/kehormatan, orang lain pun dibolehkan melakukan bela paksa. Jadi serangan yang dimaksud tidak hanya ditujukan pada diri sendiri, tetapi bisa juga kepada orang lain dan tujuannya membela orang tersebut yang terancam. 

Adanya asas hukum yang berbunyi “actus non facit reum nisi mens sit rea’”sebenarnya sudah tercermin dalam konsep noodweer excess karena perbuatannya sudah dimaafkan oleh undang-undang melalui pasal 49 KUHP.

“Jadi dianggap, niat jahat (untuk membunuh) nya tidak ada karena dia melakukan pembelaan diri semata. Bukan bertujuan awal untuk melakukan pembunuhan. Oleh karena itu dimaafkan oleh undang-undang melalui pasal 49 KUHP. Saya berharap apabila dalam perkembangan penyidikan nanti kepolisian menemukan alasan-alasan atau faktor penghapus pidana karena yang bersangkutan betul-betul dalam kondisi membela diri, maka harus segera dicabut saja status tersangkanya,” tegas Aldwin.(Bu)
 

ADVERTISEMENT

Reporter: Deny Zainuddin
Editor: Deny Zainuddin
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT