SALING sindir sepertinya telah menjadi hobi bagi sebagian masyarakat. Repotnya jika yang disindir tidak terima, naik peringkat menjadi saling hujat. Jika tidak terselesaikan, bisa saling ancam dan menjatuhkan.
Tema ini pula yang menjadi obrolan pos ronda oleh Yudi dan kawan- kawannya di pos ronda dekat rumahnya.
“Apa sih asyiknya menyindir orang?” tanya si bro.
“Ya asyik aja, itu kan cuma sebatas menggoda,” jawab Heri. “Tapi kalau sindiran sudah menyudutkan seseorang, menggiring opini keburukan seseorang, namanya bukan lagi sindiran..”
“Sekarang bukan lagi sindiran, tetapi sudah menjurus kepada hujatan. Mempermalukan dengan menelanjangi aib orang dengan maksud menjatuhkan reputasi seseorang,” kata Yudi.
“Yang parah mencari–cari kesalahan orang dengan merekayasa seolah benar adanya, kemudian menyebarkannya kepada publik sebagai aib agar orang tersebut mendapat citra buruk dalam masyarakat,” kata Heri.
“Masih ada yang lebih parah lagi,” kata si bro
“Apa itu?” tanya Yudi.
“Aib buatan dikomentari dengan hujatan, cacian dan makian, kemudian dihubung–hubungkan dengan peristiwa lain, dengan tokoh A, B, pejabat C dan D. Jadilah makin ramai,” jawab si bro.
Betul juga apa yang dikatakan si bro. Tak heran, jika tuduhan, kadang tak mendasar acap muncul di media sosial. Karena tadi, tanpa kroscek terlebih dahulu atas konten yang disebarkan.
Yang terjadi kemudian, saling hujat semakin hebat. Saling menjatuhkan kian tak terkendalikan. Yang didapat ketersinggungan, gesekan, perpecahan. Yang terbangun adalah adu kuat antara kelompok yang satu dengan lainnya.
Yang satu aspirasi menggalang kekuatan, juga yang beda aspirasi.
Lantas siapa yang rugi bro? Mereka – mereka juga. (jokles)