ADVERTISEMENT

Ketika Keadilan Diperdagangkan

Kamis, 14 April 2022 15:08 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Penyebaran narasi yang dapat memperkeruh suasana mestinya dibatasi, kalau tidak disebut dihentikan sama sekali. Di sinilah perlunya penegakan hukum yang berkeadilan.

Kita tentu tidak berharap adanya sikap ketidakadilan penegakan hukum dipertontonkan sebagai agenda oknum tertentu untuk menekan mereka yang mengkritisi – di kubu yang dianggap bersebarangan.

Amerika Serikat menjadi negara maju bukan saja karena kekuatan ekonomi, militernya dan demokrasinya, juga dikarenakan adanya penegakan hukum yang mengedepankan rasa keadilan.

Tentu masih ingat skandal Watergate tahun 1974 yang berakibat mundurnya Presiden Richard Nixon pada tahun 1974 (Watergate). Juga investigasi FBI atas kecurangan Pemilu AS tahun 2016 yang berakibat dicopotnya James Comey sebagai Direktur FBI hingga penggelapan pajak yang dilakuan Presiden Presiden Donald Trump.

Itu gambaran penegakan hukum yang berkeadilan, tanpa tebang pilih. Bukan tajam kebawah tumpul keatas.

Di sisi lain, ketidakadilan di bidang ekonomi menjadikan kesenjangan sosial kian melebar. Sebut saja ketidakadilan dalam memberikan kesempatan berusaha karena praktik monopoli, kolusi, korupsi dan nepotisme yang berakibat kian tersingkirnya rakyat kecil. Sehingga yang kaya makin kaya, yang miskin tambah miskin seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Ketimpangan kian melebar, jika elit kaya ikut memainkan aturan yang menguntungkan mereka, sebaliknya berupaya memblokir kebijakan yang dapat merugikan mereka.

Dengan begitu kesenjangan bukan hanya karena keterbatasan kemampuan dan kesempatan, juga adanya tekanan politis dan struktural. Sementara kita tahu, jurang kesenjangan yang tak kunjung teratasi, dapat menimbulkan kecemburuan sosial, frustrasi sosial hingga disintegrasi sosial.

Selama pembiaran atas ketidakadilan ini berlangsung, maka pemerintahan yang baik (good governance) tidak akan pernah dapat berdiri. Yang didapat saling curiga, saling serang pernyataan untuk menaklukkan kubu yang berlawanan – berseberangan. Menggalang kekuatan kubunya-kelompoknya dengan berbagai cara, meski tak selaras dengan etika dan tata krama. jauh dari nilai-nilai luhur budaya kita.

Yang terjadi kemudian, pergesekan kian tajam, embrio perpecahan seolah berada di pelupuk mata.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT