“Mengumpulkan dan membaca data FB, IG dan WA tidak semudah di Twitter yang membuka API (application programming interface). Sehingga perlu persetujuan FB untuk pihak ketiga membaca data dan mengumpulkannya. Hal ini mirip seperti yang dilakukan oleh Cambridge Analytica yang membaca kecenderungan pilihan warga Inggris menjelang Brexit dan pilihan warga AS menjelas pilpres 2016. Pada akhirnya setelah ini bocor menjadi kasus besar, yang pada akhirnya berujung pada semakin ketatnya perlindungan data pribadi di eropa dengan GDPR General Data Protection Regulation),” jelasnya.
Jadi kemungkinan 110 juta data berasal dari Twitter sudah pasti tidak mungkin karena jumlah akun aktifnya di Indonesia sedikit. Yang memungkinkan adalah data tersebut diambil dari FB cs, melihat berbagai peristiwa yang melibatkan FB di waktu lalu. Namun pasca kasus Cambridge Analytica, FB sendiri sudah membatasi untuk tidak membagi data pada pihak ketiga dengan mudah. (Billy Adhiyaksa)