JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas mendorong pemerintah daerah memperkuat kinerja fiskal daerah menyusul pemberlakuan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD)
“Hal tersebut agar tidak hanya bertopang pada APBN dan APBD saja. Bukan dimengertikan seperti 'namanya sentralisasi atau otonomi pembangunan daerah terpimpin’ saja,” kata Ibas dalam RDPU dengan Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/4/22).
Menurut Ibas, sama seperti pembangunan yang ada di pusat, daerah pun menginginkan hal yang sama. Oleh karena itu, menurutnya proses pemulihan dan kebangkitan ekonomi harus juga memperhatikan daerah, bukan melulu terfokus di pusat.
“Negara kita ini kurang beruntung, Masih terus berkembang kemudian harus hidup berdampingan dengan pandemi hingga saat ini. Ya kalau Negara saja ada IKN dan PPSN, saya yakin daerah menginginkan hal yang sama dalam ekstra pembangunan," kata Ibas.
Ibas menyampaikan lima pandangannya terkait UU HKPD. Pertama, terkait pengaruh pada fiskal Pemda. “Saya berharap UU HKPD ini berpengaruh besar dalam meningkatkan kinerja fiskal Pemda. Sehingga kita sebetulnya juga ingin mengetahui seberapa besar selisih presentasi penerimaan nyata skema TKDD dibandingkan dengan skema UU HKPD misalkan,” ungkapnya.
Kedua, tentang option gain perpajakan yang akan diterima Pemda. “Kemenkeu menyatakan kinerja keuangan Daerah masih lemah, apalagi ketika dihantam pandemi berkelanjutan. Itu terlihat dari rerata PAD yang hanya berkisar 24,7% saja, seperti yang telah dipresentasikan. Jadi, dengan adanya UU ini bisa tidak Pemda mendapatkan option gain perpajakan?”
“Berapa besar target local tax ratio dan peningkatannya? Idealnya ya meningkat tapi jika tidak mesti kita diskuskian kembali,” imbuh Ibas.
Ketiga, mengenai pola belanja Pemda. Seperti yang diketahui, selama ini Pemda cenderung mengalami penyerapan tinggi pada semester akhir tahun berjalan atau bahkan tidak digunakan. “Nah, dengan adanya UU HKPD ini apakah bisa mengakselerasi penyerapan Pemda sepanjang tahun selain hanya belanja rutin yang dinilai belum mencukupi?”
“Bagaimana persiapan infrastruktur fiskal daerah? Misal kesiapan fasilitas fisik dan Investasi SDM Pemda dalam menjalankan skema pajak tersebut," tambahnya.
Keempat, bagaimana Pemerintah Daerah melalui UU ini dapat mendorong peningkatan penerimaan perpajakan di 2022 demi mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apalagi mengingat tahun 2023 APBN akan kembali pada rezim defisit 3% dari PDB.
“Langkah apa yang diambil Pemda untuk mengantisipasi risiko keluarnya pengusaha besar akibat skema pajak baru berdasarkan UU HKPD? Ingat! Pajak Pengusaha penting, jangan sampai justru skema pajak baru berisiko untuk “mendorong” pengusaha pindah ke daerah atau bahkan negara lain dengan skema pajak yang lebih sesuai dan menguntungkan untuk mereka,” kata Ibas.