Akankah itu yang hendak dicapai? Jawabnya tentu saja, tidak.
Menjadi tugas para elite negeri ini, menteri dan politisi, pimpinan parpol untuk mengekang diri, kalau tidak disebut menghentikan, gerakan menggalang dukungan presiden 3 periode. Lebih- lebih presiden yang bersangkutan telah jelas – jelas menolaknya karena taat kepada konstitusi.
Diharapkan para menteri dan pimpinan parpol lebih fokus kepada derita rakyat seperti soal kesehatan, kenaikan harga, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, ketidakadilan, membengkaknya utang negara serta kemandirian bangsa yang kian tergerus. Tak hanya bidang ekonomi, juga politik dan keamanan.
Siapa yang mampu menghentikan? Jawabnya yang memiliki kewenangan memecat para menteri dan elite yang melakukan penggalangan dukungan.
Jika dibiarkan, makin menguatnya dua kubu yang saling berlawanan. Ini tidak sehat, jauh dari nilai-nilai luhur falsafah bangsa, Pancasila.
Perseteruan dua kubu dukungan pilpres 2019, hingga kini belum sepenuhnya sirna. Haruskah muncul dua kubu baru yang kian panjang menghadang kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Diperlukan konsistensi dari para elit untuk senantiasa merawat dan menjalankan konstitusi negara, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Konsisten, berarti teguh pendirian, tidak mencla-mencle, plin-plan. Esuk tempe sore dele – pagi bilang tempe, sore bilangnya kedelai. Sikap demikian, bagi pejabat publik dan elite,dapat menurunkan tingkat kepercayaan rakyat, juga merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Martabat dan harga diri seorang pejabat,terletak kepada sejauh mana ia jujur dan konsisten dalam bersikap.
Sikap tidak konsisten, juga akan menimbulkan keraguan dan kebingungan masyarakat, yang pada gilirannya munculnya kegaduhan.
Mari perkuat jati diri konsisten dalam niat, ucapan, dan perbuatan. Kalaupun menggalang dukungan untuk menebar kebaikan, bukan kegaduhan. (Azisoko*)