Ilmu Pertahanan 

Sabtu 26 Mar 2022, 07:00 WIB

Oleh: Hasto Kristiyanto
 
Ilmu pertahanan berawal dari logika sederhana. Ilmu ini berangkat dari sesuatu hal yang intrinsik, yang ada di dalam setiap makhluk hidup, yaitu suatu naluri untuk survive; suatu naluri bertahan hidup. Hakekat dasar ilmu pertahanan inilah yang dipakai oleh Bung Karno dengan mencanangkan “Indonesia Merdeka Sekarang” melalui perjuangan bangsa sendiri guna menembus kekuatan pertahanan Belanda.

Dalam analoginya, Bung Karno mengambil contoh sederhana, bahwa yang namanya cacing saja, jika terinjak-injak, akan kluget-kluget melakukan perlawanan. Ketika cacing saja melakukan perlawanan, apalagi suatu bangsa terjajah. Kesadaran sebagai bangsa terjajah, senasib sepenanggungan, namun memiliki rekam jejak sejarah yang gemilang melalui kejayaan Sriwijaya dan Majapahit inilah yang memperkuat energi perlawanan untuk merdeka.

Sejarah memiliki nilai yang penting. Oleh Bung Karno, sejarah dipakai untuk menyalakan semangat juang. It’s like a burning of fire, suatu api perjuangan yang tidak akan pernah kunjung padam meski menghadapi berjuta rintangan. Pemahaman konteks sejarah, terjadinya peristiwa, dan makna di balik setiap peristiwa harus diangkat apa adanya sebagai kebenaran sejarah. Hal ini penting guna mengoreksi pendekatan sejarah masa Orde Baru yang lebih sering menampilkan kronologi peristiwa. Sejarah bahkan sering dibelokkan demi kepentingan politik penguasa.

Pemahaman kebenaran sejarah yang sesuai konteks dan maknanya inilah yang seharusnya dipakai. Dalam kaitannya dengan ilmu pertahanan, sejarah mengajarkan pentingnya kekuatan pertahanan yang berdiri di atas konsepsi Trisakti, yakni berdaulat di bidang politik; berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) di bidang ekonomi; dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Relevansi Trisakti dalam pertahanan sangatlah nyata. Perang Rusia-Ukraina misalnya, menampilkan bagaimana kekuatan pangan berupa produksi gandum, minyak bunga matahari dll, bisa dijadikan senjata di dalam menghadapi sanksi ekonomi yang dilakukan negara-negara Barat. Demikian halnya kemampuan Rusia di dalam mensuplai gas sebagai sumber energi di Eropa.

Di sini sangat jelas bahwa kedaulatan ekonomi suatu negara dapat menjadi senjata yang menciptakan efek gentar. Belum lagi senjata sosial akibat memobilisasi jutaan pengungsi yang menjadi persoalan tersendiri yang begitu merepotkan.

Ilmu pertahanan dengan demikian memiliki perspektif luas. Kesemuanya dirumuskan dengan baik dalam konsepsi ketahanan nasional dengan apa yang disebut sebagai Astagatra. Astagatra mencakup: Trigatra (aspek geografi, demografi, sumber kekayaan alam), dan Pancagatra, yakni ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan (ipoleksosbudhankam) yang oleh kemajuan jaman dipertajam dengan dua aspek penting lainnya, hukum dan teknologi.

Indonesia sudah lama membangun konsepsi Astagatra. Namun ketika di dalam implementasinya sering dikalahkan oleh praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme, melunturlah ketahanan nasional itu.
Belajar dari perang Rusia-Ukraina, kekuatan Astagatra bisa menjadi instrumen kebijakan yang sangat penting guna meningkatkan “daya tawar” suatu negara di dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya.

Bagi Indonesia sendiri, dalam praktek kebijakan luar negeri dan pertahanan, berbagai “simulasi” baik secara sendiri-sendiri, maupun sebagai satu kesatuan, Astagatra harus diuji daya ampuhnya di dalam hubungan antar bangsa, tanpa menghilangkan prinsip-prinsip kerjasama.

Keyakinan terhadap kekuatan Astagatra sudah teruji oleh sejarah. Jangankan kekuatan ipoleksosbudhankam sebagai Pancagatra, hanya dengan kekuatan alam pikir saja, Bung Karno mampu menembus hal yang paling mendasar dari kekuatan pertahanan Hindia Belanda.

Kekuatan alam pikir yang diajarkan Bung Karno dimulai dari ide; kekuatan imajinasi; dan kekuatan semangat sebuah bangsa. Berhadapan dengan kekuatan pertahanan Belanda yang begitu kuat pada tahun 1930an, Bung Karno mulai menggalang kekuatan dengan membangun kesadaran berbangsa, bahwa dari Sabang sampai Merauke adalah satu kesatuan cita-cita; satu jiwa; satu kehendak; dan satu tujuan untuk Indonesia Merdeka.

 

Ilustrasi. (arif)

News Update