ADVERTISEMENT

Tawuran Marak Lagi Demi Pamer Jati Diri

Jumat, 25 Maret 2022 05:39 WIB

Share
Ilustrasi tawuran antar dua kelompok remaja. (foto: poskota ilustrasi/ Arif)
Ilustrasi tawuran antar dua kelompok remaja. (foto: poskota ilustrasi/ Arif)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Oleh: M.Ifand, Wartawan Poskota

TAWURAN merupakan hal yang tidak asing lagi di masyarakat Indonesia. Sebab tawuran seringkali terjadi baik di kalangan pelajar, mahasiswa, maupun warga antar desa.

Terbaru, aksi tawuran yang terjadi di Jalan RC Veteran Bintaro, Tanah Kusir, Jakarta Selatan, pada Rabu (23/3) dini hari. Seorang remaja inisial C (18) asal Pondok Aren, Tangerang Selatan, tewas dengan luka tusuk.

Tawuran selalu dianggap sebagai cara penyelesaian masalah dengan kekerasan yang pastinya merugikan banyak pihak. Tak jarang tawuran menelan korban luka bahkan nyawa akibat kebrutalannya.

Mirisnya, tawuran banyak dilakukan oleh pelajar yang masih tergolong muda yakni remaja setingkat SMP. Mereka pun tak ragu membawa senjata tajam dan melukai korbannya hingga tewas demi memuaskan nafsu emosi mereka.

Biasanya tawuran baru akan bubar ketika warga sekitar ikut campur atau polisi datang menangkap para pelaku. Karena masih di bawah umur hukuman yang diberikan pun biasanya hanya pembinaan saja, mereka pun bisa dipulangkan ketika orangtuanya menjemput.

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya tawuran. Namun kebanyakan aksi itu terjadi justru karena hal sepele. Ada juga yang melakukan tawuran hanya demi pencarian identitas diri remaja sering terobsesi oleh simbol-simbol status yang populer di masyarakat luas seperti bergabung dalam kelompok tertentu.

Karena itu, untuk mencegah aksi ini kembali terjadi, peran serta seluruh pihak sangat diperlukan. Bimbingan nilai agama dan nilai moral, konseling, dan pendampingan sosial harus terus diberikan kepada remaja-remaja. Hal tersebut perlu dilakukan karena para remaja mengambil keputusan untuk melakukan tawuran karena adanya faktor eksternal.

Selain itu ada beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua atau guru di sekolah untuk mencegah terjadinya tawuran. Di mana anak-anak harus ditanamkan bahwa kekerasan bukanlah solusi penyelesaian masalah.

Selain itu, berikan mereka ruang untuk menuangkan emosinya di sekolah. Seperti ruang konsultasi, ruang kebebasan berpendapat dan lainnya. Beri pemahaman bahwa ada banyak cara penyelesaian masalah, tak harus melalui kekerasan saja. (*)

Halaman

ADVERTISEMENT

Editor: Deny Zainuddin
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT