“HIDUP sepertinya tambah susah saja,” kata Yudi, di sela maksi di Warteg langganannya.
“Iya saya juga merasakan. Semakin hari langkah semakin berat ibarat lagi
mendaki gunung. Padahal kita melangkah di jalan datar,” timpal Heri, sesama konsumen Warteg.
“Ingin tahu masalahnya bro, itu semua karena hampir semua yang kita makan harganya naik,” kata konsumen lain.
“Biasa jelang puasa harga-harga naik,” kata yang lainnya.
“Mestinya kita tidak bilang biasa menjelang puasa harga naik. Itu sama artinya kita membenarkan adanya kenaikan harga pangan. Mestinya harus berani mengatakan, jelang puasa harga tidak boleh naik,” kata yang lain ikut nimbrung.
“Kalau bilang harga tidak boleh naik sih berani saja, tetapi jika harga tetap naik gimana?” kata Yudi, “Mestinya yang bilang begitu yang punya kuasa mengatur negeri ini.”
“Setuju bro, awak ini apalah, rakyat kecil yang nggak punya kuasa. Sudah makan ngirit cuma pakai telor saja, sudah tekor. Harga naik, melejit,tetapi usaha makin sulit,” kata yang lain.
Yah, sekecil apapun kenaikan harga pangan akan memberatkan rakyat, utamanya yang bekerja di sektor non formal, termasuk pelanggan Warteg.
Kenaikan harga seolah tak kunjung berhenti sejak akhir tahun lalu hingga jelang puasa sekarang ini. Sejauh ini pemerintah hanya menjamin stok pangan aman jelang puasa hingga lebaran.Tetapi bagaimana dengan harganya? Tidak ada jaminan tak adanya kenaikan.
Lihat juga video “BREAKING NEWS! Pesawat China, Boeing 737 dengan 133 Penumpang Jatuh di Pegunungan”. (youtube/poskota tv)
Mencegah? Pasti sudah dilakukan,tetapi harga tetap saja naik. Adakah yang salah? Dua pekan jelang puasa, hampir semua komoditas pangan harganya naik seperti cabai, bawang putih, daging ayam, telur ayam, daging sapi, minyak goreng dan beras. (jokles)