Oleh: Winoto, Wartawan Pos Kota
HARI-hari ini masih ramai wacana penundaan Pemilu 2024 yang tentunya berdampak perpanjangan masa jabatan presiden, dan jabatan presiden tiga periode.
Itu wacana ranah politik, dan kerap terjadi dalam politik ada melik (ambisi, keinginan) yang sering tak disadari nggendhong lali (menggendong lupa, ada yang lupa dalam langkah dan ambisi itu), dan itu sifatnya fatal.
Sudah kita simak bersama, tiga parpol mengusulkan penundaan Pemilu, yakni PKB, PAN, dan Golkar. Usul penundaan ini ditangkis oleh Nasdem dan PDIP. Maka, usul itu game over.
Jelas bahwa, penundaan Pemilu akan berimplikasi luas, yakni perpanjangan masa jabatan presiden, DPR, DPD, MPR, DPRD tingkat provinsi, kota dan kabupaten.
Kalau kita cermati, terlihat, para pengusul seakan waton suloyo (maaf, asal njeplak) karena mereka melik nggendhong lali tersebut. Sebab, kalau usul itu dilaksanakan, maka bukan sekedar 271 kepala daerah sudah mengakhiri masa jabatan digantikan oleh Plt. Tapi ada masalah lain.
Para Plt kepala daerah menjalankan tugas sampai ada pejabat definitif. Kalau Pemilu 2024 diundur sampai 2027, ditambah menjabat 3 tahun lagi?
Ini masalah besar. Sebab, Plt tidak bisa mengambil keputusan. Ini akan berdampak kepada pelayanan kepada masyarakat.
Dampak lanjutannya, kalau Pemilu ditunda hingga 2027, para kepala daerah yang menjabat definitif sekarang ini, sudah habis semua masa jabatannya.
Kalau begini, maka Presiden yang diperpanjang masa jabatannya (kalau itu terjadi), maka memimpin negara dengan tanpa ada kepala daerah definitif, seluruh Indonesia diperkirakan akan dijabat oleh Plt. Secara politis akan gaduh.
Soal usulan tiga periode masa jabatan presiden, maka harus amandemen konstitusi UUD 1945 pasal 7 yang berbunyi: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Banyak yang percaya, usulan tiga periode itu terus diembuskan. Yang sulit diterima adalah soal alasan para pengusul, misalnya, masa kerja Presiden Jokowi masih kurang untuk mewujudkan Indonesia maju. Ide ini mengecilkan bangsa yang besar dengan 273 juta penduduk ini.
Ada yang menggelikan, usulan 3 periode itu kabarnya terkait pembangunan IKN Nusantara. Kabarnya ada investor minta jaminan, kalau Presiden Jokowi habis masa jabatan, investor mempertanyakan, jaminan investasinya bagaimana? Dari situ kemudian muncul usul agar masa jabatan presiden 3 periode.
Menggelikan, karena percayakah kita kepada pihak yang membawa kabar soal pernyataan investor itu tadi. Mosok, gara-gara investor, kita harus amandemen konstitusi. Padahal investor itu orang asing. Ya begitulah, melik nggendhong lali.
Saat ini tidak ada tanda-tanda yang sangat mendesak untuk amandemen konstitusi. Kondisi yang ada, malah makin meneguhkan, agar semua warga bangsa menjunjung tinggi konstitusi kita. (*)