ADVERTISEMENT

Holywings Siap Bayar Petinju Profesional Rp50 Juta Sekali Naik Ring

Kamis, 17 Maret 2022 22:44 WIB

Share
Dari kanan ke kiri, wartawan senior M Nigara, Promotor Tinju Armin Tan Jaya, Pengelola Holywings Ivan Tanujaya, Ketua Pengprov Pertina DKI Hengky Silatang dan Pengacara Hotman Paris Hutapea (foto/ist)
Dari kanan ke kiri, wartawan senior M Nigara, Promotor Tinju Armin Tan Jaya, Pengelola Holywings Ivan Tanujaya, Ketua Pengprov Pertina DKI Hengky Silatang dan Pengacara Hotman Paris Hutapea (foto/ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kehidupan petinju Indonesia penuh onak dan duri. Mereka jauh dari sejahtera, lantaran bayaran yang diterima sangat kecil setiap kali naik ring. 

Hal inilah yang menjadi perhatian dari para pelaku olahraga tinju, baik itu promotor, manajer, pembina, pengamat, dan para wakil badan tinju yang ada di Indonesia. 

Dalam sebuah diskusi bertajuk “HSS & Masa Depan Tinju Indonesia” yang berlangsung di Holywings Gatsu, Jakarta Selatan, Kamis (17/3/2022), banyak hal yang dibahas, mulai dari bayaran petinju sampai regulasi yang tidak jelas. 

Mereka yang hadir sebagai pembicara adalah Pengamat tinju Mahfudin Negara, promotor Armin Tan Jaya, dokter ring Putu, Esther dari Asosiasi Tinju Indonesia (ATI), Erik dari Komisi Tinju Indonesia (KTI), pengelola Holywings Ivan Tanujaya dan Hengky Silatang dari Pertina DKI Jakarta.

M Nigara, wartawan senior mengatakan, menjadi petinju professional di Indonesia hidupnya lebih susah karena bayaran yang sangat kecil. 

Oleh karenanya tidak heran kalau satu orang petinu yang tampil pada satu pertandingan di bawah bendera KTI (Komisi Tinju Indonesia), pada waktu yang berbeda mereka bisa tampil dengan bendera ATI (Asosiasi Tinju Indonesia).

“Hal ini menyebabkan petinju tidak fokus. Yang penting bagi petinju mereka bisa naik ring dan dapat bayaran. Kondisi inilah yang membuat dunia tinju Indonesia semrawut,” kata Nigara.

Nigara menilai banyaknya badan tinju di Indonesia akan merugikan petinju. Karena mereka tidak punya program yang terukur dalam setiap mempersiapkan diri dalam latihan.

Karenanya, Nigara sangat mendukung event tinju Holywings Sport Show (HSS) yang rencananya akan dilakukan secara berkala setelah pergelaran perdana 27 Februari lalu.

Ivan Tanuwijaya selaku pihak pengelola Holywings sudah sepakat untuk menggelar HSS secara berkelanjutan demi memajukan tinju professional Indonesia. Bahkan ia pun berjanji akan membayar petinju dengan nilai yang wajar, setidaknya Rp50 juta sekali tampil.

“Mungkin bayaran yang diberikan Holywings yang terbesar ketimbang ajang serupa yang pernah digelar di beberapa stasiun televisi,” kata Ivan.

Menurut Ivan, dengan bayaran yang cukup pada event yang digelarnya membuat peluang petinju hidup sejahtera terbuka.
Sementara itu dokter ring Putu mengatakan, tidak adanya buku hitam tentang catatan track record petinju akan sangat menyulitkan untuk menentukan kapan petinju boleh tampil lagi setelah mereka naik ring terakhir. 

“Petinju yang kalah KO harus ada jeda tidak boleh tampil selama 45 hari. Kalau dua kali kalah KO harus istirahan 90 hari, dan begitu seterusnya. Tapi di Indonesia ada petinju yang kalah KO enam kali masih boleh main pada kejuaraan nasional, ini berbahaya,” katanya. 

Maka dari itu, lanjut dokter Putu, kondisi petinju yang tidak siap tampil harusnya tidak boleh dipaksakan naik ring. Akibatnya bisa fatal pada kematian seperti yang terjadi pada pertandingan 27 Februari lalu.

Promotor tinju pro Indonesia Armin Tan Jaya yang juga hadir pada kesempatan tersebut mengatakan, untuk petinju Indonesia yang tampil di HSS kalau bisa hanya main 10 ronde saja. Karena misi dari penyelenggara Holywings Sport Show ini adalah untuk pembinaan dan mencari bibit-bibit atlet berbakat yang masih muda.

“Kami ingin dari ajang seperti HSS ini akan muncul petinju-petinju berbakat yang masih muda, sehingga dapat dibina lebih serius menjadi petinju professional yang potensial,” katanya. 

Sedangkan Ketua Pertina DKI Jakarta Hengky Silatang menegaskan, petinju pemula yang ingin mengeluti tinju sebaiknya dimulai dari amatir. 

Karena mereka yang melalui tinju amatir lebih teruji kemampuannya ketimbang yang langsung jadi petinju profesional.

“Di Amerika Serikat atau Mexico 90 persen petinjunya memulai karir dari amatir. Selain itu disini keengganan petinju amatir terjun ke pro karena hidup mereka lebih terjamin karena kalau sudah masuk Pelatda langsung terima uang saku setiap bulan. Beda dengan professional yang bayarannya kecil,” katanya,” katanya.

ADVERTISEMENT

Reporter: Hutomo Prayoga
Editor: Hutomo Prayoga
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT