BOGOR, POSKOTA.CO.ID - Tawuran antar pelajar membuat nyawa generasi penerus melayang sia-sia lagi. Kasus ini selalu mengalami pengulangan yang sama setiap tahunnya. Upaya pemerintah mulai membentuk Satgas Pelahar hingga menghentikan bantuan mencabut izin sekolah yang siswa-nya terlibat tawuran belum juga efektif. Lantas apa solusi tepatnya?
Keluarga RM (17) masih berduka atas meninggalnya siswa SMA ternama di Kota Bogor. Keluarga korban berharap peristiwa berdarah ini tak terjadi lagi di Kota Bogor. Terlebih korban tewas dengan kondisi mengenaskan akibat masalah sepele yakni saling hujat di media sosial (Medsos).
Dalam kajian kriminologi, tawuran antar pelajar dianggap sebagai kegiatan rekreasional dan aktualisasi diri. Bahkan, di era multimedia, media sosial kerap memicu konflik di kalangan pelajar. Trendnya saat ini tawuran antar pelajar ini malah berlangsung pada malam hari atau saat anak atau siswa sudah pulang ke rumah.
Berdasarkan catatan Polresta Bogor Kota pada awal tahun ini sudah mengamankan 92 pelaku tawuran di wilayah hukum Kota Bogor
Para pelaku diamankan jajaran Tim Kujang Polresta Bogor Kota terhitung periode Januari hingga Februari 2022. ‘’Kami telah mengamankan sebanyak 92 orang pelaku tawuran dan kekerasan, setidaknya sebanyak 21 orang ditetapkan sebagai tersangka," kata Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro kepada wartawan, Kamis (24/2).
Susatyo mengatakan, 92 pelaku tawuran ini diamankan dari 15 kasus laporan yang masuk ke jajarannya. Di mana, para pelaku melakukan tindak tawuran di 14 lokasi yang berbeda. "Tersebar merata di Kota Bogor, sehingga komitmen kami dari Forkopimda tentunya berharap hentikan semua tindak pidana kekerasan dan kami akan serius menangani," ucap dia.
"Tidak ada tempat bagi para pelaku kekerasan baik perorangan maupun kelompok. Kita ingin Kota Bogor ini menjadi tempat yang layak dan beradab," sambungnya.
Dijelaskan Kapolresta, dari tangan ke-92 pelaku tawuran, pihaknya mengamankan 33 senjata tajam (sajam) berbagai jenis. Serta, 28 unit kendaraan roda dua yang digunakan untuk melakukan aksi-aksi kekerasan di jalan raya.
"Para pelaku disangkakan dengan Pasal 2 UU Darurat nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman pidana maksimal 10 tahun penjara," imbuhnya.
Di sisi lain, Kapolresta juga mengimbau bagi orang tua yang memiliki anak, khususnya masih remaja agar dilakukan pengontrolan secara ketat terutama di jam malam hari.
Sebab, dari hasil penyelidikan yang dilakukan jajarannya, terjadi pergeseran waktu kejadian tindak tawuran yang dilakukan para pelaku.
"Jadi biasanya tawuran itu terjadi di atas jam 2 atau jam 3 malam. Sehingga sekali lagi kami mengimbau kepada seluruh masyarakat hentikan semua aksi-aksi kekerasan. Dan jajaran kami akan tegas melakukan penindakan dan pengungkapan," ungkap dia.
"Tentunya ini bentuk kepedulian dari keluarga dan juga lingkungan itu penting, sehingga mereka yang masih muda-muda ini tidak terpengaruh terhadap lingkungan ataupun menggunakan cara-cara yang salah saat menyelesaikan permasalahan," ujarnya.