Di awal pembentukan kabinetnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) antara lain mengatakan, “Para menteri menjalankan visi dan misi presiden”. Ini maksudnya bukan semata-mata menjalankan visi misinya sendiri-sendri. Ini tentu berlaku untuk para pembantu presiden lainnya di tingkat atas.
Sebelum membahas soal ini kita perlu membaca dulu sebuah artikel pendiri koran Poskota, H Harmoko yang diterbitkan 29 Agustus 2013 (sembilan tahun lalu). Artikel ini dimuat pula dalam buku “Kopi Pagi Bersama Harmoko - Tantangan Pemerintah 2014 - 2019” dengan editor S Saiful Rahim dan diterbitkan April 2014.
Artikel ini berjudul “Menteri dan Iklan Diri”. “Model yang begini namanya inforial. Sejumlah menteri beriklan, ada Meneg BUMN dengan produk jamu, Ketua DPR Marzuki Alie menjadi bintang produk elektronik dalam negeri dan yang lebih memprihatinkan lagi kantor Kementrian yang mengiklankan kinerja instansinya...........”
“Di mata pengamat, ulah itu dinilai sebagai pencitraan diri. . ....Iklan sejumlah menteri (tentu pejabat lainnya setingkat itu), dinilai pengamat sebagai hal merendahkan jabatannya. Karena itu lebih pas diperankan oleh artis atau komedian (mungkin juga pelawak) yang memang bidangnya. Ini namanya lawakan yang tidak lucu.”

Ilustrasi. (ucha)
Di masa kini, Presiden mengatakan para menteri menjalankan visi misi presiden. Masa sekarang sering kita jumpai iklan, inforial, advertorial (termasuk hal yang berkaitan vaksinasi) yang memunculkan foto menteri atau pejabat tinggi. Apakah dalam hal ini menterinya atau pejabat tinggi sedang menjalankan visi misi presiden?
Menyangkut hal lain. Kini ada menteri atau pejabat tinggi pemerintah yang bicara soal perpanjangan jabatan presiden atau bahkan bisa dipilih tiga kali. Apakah itu termasuk sedang menjalankan visi misi presiden ?
Atau juga bila ada pejabat tinggi istana ikut dalam kongres atau munas tandingan partai politik, apakah itu menjalankan visi misi presiden atau maunya sendiri ? Mau-maunya sendiri ?
Atau ulah para menteri dan pejabat tinggi itu hanya yang sering dikatakan para pengamat politik sebagai “cek ombak”. Tapi hati-hati bisa ditelan ombak beneran lho.
Tentang masalah ini semua, kita jangan bertanya pada rumput yang bergoyang. Jangan tanyakan pada ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur. Tapi tanyakan pada batubara yang ada di Kalimantan Utara. Ayo ngguyuuuu atau mengkel. (ciamik)