TIDAK biasanya, sepulang sekolah sang cucu memanggil – manggil kakeknya, kemudian mengajukan pertanyaan “Apa benar kek, toa di musala depan rumah kita, akan diturunkan, jadi nggak pakai speaker lagi dong?”
Mendengar pertanyaan seperti itu, sang kakek yang lagi menyeruput kopi sampai tersedak. “Bukan diturunkan untuk dicopot, tetapi diturunkan volumenya biar tidak terlalu keras” jawab kakek.
Cucu: Bukannya suara speaker musala sudah pelan kek, malah ada yang bilang kurang keras. Itu pakde Yudi, yang rumahnya di ujung gang, katanya sering ga kedengaran suara azan. Memangnya ada yang protes?
Kakek: Selama ini ga ada yang protes.Tapi ada aturan yang baru dari Menteri Agama, untuk menyesuaikan volume speaker masjid dan musala agar tidak menganggu lingkungan saat mengumandangkan azan.
Cucu: Kalau tidak pernah ada yang protes, buat apa kek diatur – atur, malah orang yang nantinya jadi bingung. Apalagi itu Om HImawan, yang suaranya lembut dan merdu, kalau volume dikecilin, suara azan malah makin ga kedengaran, bisa diprotes warga kek. Dikira sudah waktunya azan, kok belum ada yang azan .
Kakek pun merenung mendengar pendapat cucunya. Yah, benar juga. Sejak dulu, azan ga pernah diatur – atur. Malah ketika azan, anak- anak berlomba kualitas, selain alunan suara merdu, tarikan nafas panjang , juga kencang.
Azan sudah menjadi budaya, juga pertanda hari sudah fajar, saatnya istirahat dan makan siang, dan hari sudah malam.
Sudah membudaya sejak nenek moyang kita dulu, toleransi beragama sudah terbangun, dengan suara azan panggilan untuk salat untuk umat muslim, bagi non muslim akan menghormatinya, dengan menghentikan sejenak aktivitasnya. Ini sebagai bentuk toleransi yang sudah menyatu, sudah senyawa dan membudaya dalam kehidupan masyarakat kita.
Toleransi yang sudah terbangun sangat baik, harmonis, kemudian diatur – atur dengan alasan toleransi, justru aturan baru ini yang dapat dinilai akan mengungkit – ungkit dan merusak toleransi.
Faktanya, aturan ini menuai kontroversi. Kritik tajam tentu datang dari mereka yang selama ini sangat berkepentingan dengan azan. Situasi yang tenang menjadi gaduh. Kritik keras akan semakin berkembang, yang pada gilirannya bisa jadi bersikap reaktif.
Yang perlu dicegah jangan sampai muncul penilaian bahwa mereka yang berkomentar cukup keras dianggap tidak sejalan dan tidak toleran. Jangan kemudian muncul pendapat, mau diatur untuk toleran kok tidak mau, berarti tidak bersedia hidup bertoleransi.