JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Hingga kini, sejumlah pengabaian aspirasi orang asli Papua (OAP) dianggap sebagai bukti berkurangnya status kekhususan Papua.
Walaupun pemerintah dan DPR sudah menyepakati UU No.2/2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, aturan tersebut dinilai sebagai upaya resentralisasi kekuasaan politik dari Pemerintahan Papua ke Jakarta.
Revisi kedua UU Otsus Papua ini menjadi sinyal buruk untuk demokratisasi di Indonesia khususnya di Papua.
Hal itu disampaikan oleh para narasumber dalam media briefing yang diselenggarakan Public Virtue Research Institute (PVRI).
Dalam kegiatan tersebut, hadir sebagai pembicara yaitu Yoel Luiz Mulait selaku Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP), Minggus Madai dari pokja Masyarakat Adat MRP, Usman Hamid selaku Direktur Amnesty International Indonesia, dan Miya Irawati selaku Direktur Eksekutif PVRI.
Yoel Luiz Mulait menyampaikan kritiknya terhadap pemerintah pusat yang dianggap abai terhadap aspirasi orang asli Papua.
Menurutnya, proses politik yang semestinya ditempuh dalam perancangan undang-undang otonomi khusus adalah penciptaan ruang-ruang dialog dan pemberian ruang berpendapat bagi masyarakat.
"MRP berusaha mengakomodir aspirasi politik orang asli Papua dengan menciptakan kantong-kantong aspirasi. Namun upaya tersebut justru menemui tindakan represif dari aparat penegak hukum," kata Yoel Luiz, Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP), secara virtual, Rabu (23/2/2022).
Dirinya mencontohkan peristiwa di Wamena, Merauke, Sentani, Biak, dan Nabire dimana acara rapat dengar pendapat yang digelar MRP berusaha dihalang-halangi aparat keamanan.
"Bahkan di Merauke, sejumlah anggota MRP ditangkap dan diborgol, tidak diperbolehkan meninggalkan bangunan hingga kami harus menyewa pesawat untuk memulangkan mereka," tambah Yoel.
Yoel juga meyebutkan, MRP juga mengekspresikan kekecewaannya bahwa dari 24 kewajiban yang diamanatkan oleh UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua kepada pemerintah, hanya 4 yang berhasil direalisasikan, yaitu pengangkatan kepala daerah Orang Asli Papua (OAP), pembentukan MRP, pelimpahan kewenangan legislatif kepada Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), dan pemberian status Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.