Jalan Rusak Diprediksi Membeludak di 2022, Siap-Siap Pemerintah Bakal Digugat

Rabu 16 Feb 2022, 11:05 WIB
Jalan nasional retak hingga setengah ruasnya di Painan sehingga akses transportasi Sumbar-Bengkulu terganggu, Jumat (17/12/2021). (Foto: PJN Sumbar)

Jalan nasional retak hingga setengah ruasnya di Painan sehingga akses transportasi Sumbar-Bengkulu terganggu, Jumat (17/12/2021). (Foto: PJN Sumbar)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi Infrastruktur (Komisi V) DPR RI Sigit Sosiantomo prihatin dengan kerusakan jalan yang akan semakin bertambah di tahun 2022. Menurutnya, masyarakat bisa menggugat pemerintah jika membiarkan jalan rusak sehingga menyebabkan kecelakaan. 

Hal itu disampaikan Sigit terkait dengan pernyataan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menyatakan pada 2022 jalan rusak yang ada di Indonesia diprediksi bertambah akibat tidak memadainya anggaran untuk perbaikan jalan. 

"Hingga akhir tahun 2021,  total jalan nasional yang mengalami kerusakan mencapai 3.848,2 kilometer (km) dan akan terus bertambah karena backlog anggaran. Baru kali ini terjadi kemantapan jalan nasional menurun. Saya prihatin dengan kondisi ini. Bukan hanya akan berdampak pada kelancaran transportasi dan perekonomian, tapi juga bisa dampak pada keselamatan pengguna jalan raya," kata Sigit dalam keterangan tertulis yang diterima Poskota, Rabu (16/2/2022).

Sigit mengatakan kerusakan jalan selama ini menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya kecelakaan, khususnya bagi pengguna kendaraan roda dua.

Lihat juga video “Hujan Deras dan Angin Kencang Robohkan Sebuah Kontrakan”. (youtube/poskota tv)

Seharusnya, kata dia, preservasi jalan menjadi program prioritas pemerintah dibandingkan dengan proyek mercusuar pemerintah lainnya seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dan kereta api cepat Jakarta-Bandung. 

Sigit juga mengkritisi kebijakan pemerintahan Jokowi yang lebih memprioritaskan APBN untuk pembangunan jalan Tol ketimbang memenuhi dana preservasi jalan yang menjadi amanat UU. 

"Di tengah keterbatasan APBN, seharusnya pemerintah bisa memilah mana program yang prioritas. Preservasi jalan seharusnya jadi prioritas karena jalan adalah urat nadi perekonomian dan juga menyangkut keselamatan penggunanya," jelas Sigit.

Tapi, baru di pemerintahan periode ini tol dapat prioritas kucuran APBN ketimbang preservasi jalan. Padahal, pasal 24 UU Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (LLAJ)  mengamanatkan pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagai penyelenggara jalan harus segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. 

"Jika pemerintah tidak melakukan hal yang diperintahkan oleh undang-undang, berarti pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum dan rakyat bisa menggugat dan itu dimungkinkan dalam UU," tegas Sigit.

Berdasarkan Pasal 273 UU LLAJ, setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak sehingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga ratusan juta rupiah. Karena itu, Sigit mengingatkan pemerintah untuk memprioritaskan preservasi jalan umum dan jalan nasional.

Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM) sebelumnya mencatat hingga akhir tahun 2021, total jalan nasional yang mengalami kerusakan mencapai 3.848,2 kilometer (km). Backlog atau daftar pekerjaan yang tertunda bidang preservasi jalan dan jembatan hingga 2022 mencapai Rp 14,9 triliun. 

Berita Terkait
News Update