Permenaker JHT Mendapat Penolakan, DPR Nilai Pekerja Sering Ditinggalkan, Pemerintah Putuskan Sepihak

Sabtu 12 Feb 2022, 23:40 WIB
Politisi PAN, Saleh Partaonan Daulay. (Foto/Poskota.co.id/Rizal)

Politisi PAN, Saleh Partaonan Daulay. (Foto/Poskota.co.id/Rizal)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 atau Permenaker JHT (Jaminan Hari Tua) terus menuai sorotan kritis, bahkan mndapat penolakan dari berbagai kalangan.

Kalangan buruh minta Permenaker JHT itu dicabut, karena merugikan pekerja/buruh, misalnya terkait dengan penarikan JHT baru bisa dilakukan saat pekerja berusia 56 tahun.

Penolah serupqa bahkan muncuk dari kalangan DPR, yang juga meminta agar Permenaker itu dicabut, karena mencederai kemanusian. Sebab, bisa saja seorang pekerja kehilangan kesempatan menikmati JHT itu, bila ada halangan.

Kalangan Komisi IX DPR juga memberikan sorotan kritis, dan melihat pemerintah sering meninggalkan kalangan pekerja. Keputusan diambil secara sepihak.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay. Meski dia  menyatakan belum mendapat keterangan yang jelas dan lengkap terkait Permenaker JHT, ia berkomentar kritis pula.

Menurut dia, dalam rapat-rapat dengan Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan, perubahan tentang mekanisme penarikan Jaminan Hari Tua (JHT) tidak dibicarakan secara khusus. Bahkan dapat dikatakan, belum disampaikan secara komprehensif. 

"Mestinya, rencana terkait penetapan kebijakan ini sudah di-sounding dulu ke DPR. Mulai dari payung hukumnya, manfaatnya bagi pekerja, sampai pada keberlangsungan program JHT ke depan. Dengan begitu, kalau ditanya (masyarakat), kita bisa menjelaskan,” keluh Saleh dalam keterangan persnya, Sabtu (12/2/2022). 

Menurut Saleh, seharusnya pemerintah memastikan setiap aturan tidak merugikan para pekerja. Karena jika penolakan terjadi dikhawatirkan akan menyebabkan tidak efektifnya kebijakan dimaksud.

"Para pekerja kelihatannya merasa sering ditinggalkan. Ada banyak kebijakan pemerintah yang seakan diputus secara sepihak. Mulai dari UU Ciptaker (Undang-Undang Cipta Kerja) sampai pada persoalan upah minum. Hari ini, ada pula persoalan JHT yang hanya bisa ditarik setelah 56 tahun,” terang Saleh.

"Saya dengar, alasan pemerintah adalah agar tidak terjadi double klaim. Di satu pihak ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), di pihak lain ada JHT,Z" katanya.

Lalu, katanya, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi JHT ke tujuan awalnya.

Berita Terkait
News Update