Kedua orangtua sudah cocok, tinggal ditentukan kapan hari lamaran dan disusul perkawinan. Tiba-tiba perpolitikan berubah drastis, sehingga diputuskan Ida harus menikah dengan Sofian.
Apakah ada “kecelakaan” ranjang bersama Sofian? Tak ada sumber layak dipervcaya yang mengatakan demikian.
Yang jelas nasib Daiman jadi mirip Mahfud MD yang sudah digadang Jokowi jadi Cawapresnya.
Tapi karena ada perkembangan politik di luar dugaan, Mahfud MD ditinggalkan dan gantian menggandeng Ma’ruf Amin Ketua MUI.
Untung saja Mafud MDF legawa karena jiwa besar dan kematangan berpolitik.
Beda dengan Daiman yang dadanya kurang beriman. Dia menjadi dendam karena sudah kadung kondang malah batal nunggang, sementara Sofian sebagai kuda hitam berhasil tunjukkan tenaga kuda.
“Cepat atau lambat, sebelum ayam berkokok Ida harus kembali ke pangkuanku,” kata Daiman seakan menirukan pidato Bung Karno tentang perjuangan merebut kembali Irian Barat tahun 1960-an.
Dan ternyata Daiman memang pejuang asmara yang militan. Dia secara diam-diam terus membayang-bayangi rumahtangga Ida-Sofian.
HP canggih era sekarang sangat membantunya. Begitu didapat nomer WA Ida, bini Sofian itu terus digempur dari jauh.
Pada dasarnya cinta Ida pada Daiman masih ada klapret-klapretnya, sehingga WA mantan doi selalu dijawab diam-diam pula.
Daiman sadar bahwa karpet merah masih digelar untuknya, ini perlu ditindaklanjuti dengan menggelar kasur untuk berdua-dua.
Pada sebuah hotel di Medan, kasur itu benar-benar digelar. Meski kini hanya jadi “generasi penerus” rasanya masih lumayan juga.