ADVERTISEMENT

IKN Baru Belum Masuk RPJMN, DPR: Pemerintah Grasah-Grusuh

Kamis, 3 Februari 2022 13:53 WIB

Share
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto dan lokasi IKN. (Foto: Diolah dari google).
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto dan lokasi IKN. (Foto: Diolah dari google).

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto, mengatakan rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) seharusnya masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

Hal itu bertujuan agar pelaksanaan pemindahan IKN berjalan terencana, baik dari segi kelembagaan, tahapan waktu maupun anggaran. Selain itu, semua kebutuhan pemindahan IKN dapat disiapkan dengan baik dan tidak tambal sulam seperti yang terjadi saat ini. 

"Semestinya rencana pemindahan IKN ini masuk dahulu dalam RPJPN. Rencana pemindahan IKN baru ini jangan dilakukan secara grasa-grusu apalagi di tengah pandemi Covid-19, di mana varian Omicron tengah mendaki puncak," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Poskota, Kamis (3/2/2022).

Mulyanto minta pemerintah perlu cermat dan seksama melakukan pengkajian serta pembahasan IKN ini dengan semua pemangku kepentingan. Pemerintah jangan jalan sendiri melaksakan program yang berdimensi jangka panjang ini.

 

Lihat juga video “Imlek Tahun 2022, Penerimaan Lilin di Klenteng San Bio Dibatasi”. (youtube/poskota tv)

 
Mulyanto menilai yang sekarang ini yang terjadi bersifat sporadis. Jangankan ada dalam RPJPN, konsep IKN masuk dalam RPJMN 2020-2024 saja melalui proses penyesuaian di tengah jalan. Akibatnya, perencanaan dan penganggaran proyek IKN bersifat parsial.
 
"Tidak heran, kalau muncul usulan aneh Menteri Keuangan Sri Mulyani di hadapan DPR untuk menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), anggaran yang didedikasikan untuk penanggulangan Covid-19, bagi pembangunan IKN baru," terang Mulyanto. 
 
Mulyanto menambahkan, sebagai proyek besar dengan dimensi jangka panjang, harusnya konsep pemindahan IKN masuk dalam RPJPN, sehingga ia menjadi sebuah konsensus nasional jangka panjang yang berkesinambungan.

"Bukan sekedar kemauan rezim penguasa yang terkesan memaksakan kehendak dan bersifat temporal. Kalau rezim pemerintahan yang akan datang menolak untuk meneruskan, akan menjadi tidak optimal," katanya.(*)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT