Makanan Bergizi

Senin 24 Jan 2022, 07:38 WIB

“Perlu mengembangkan pangan lokal menjadi beragam komoditas pangan berkualitas yang memenuhi standar gizi, sehat alami, bebas cemaran, dan ramah lingkungan.” - Harmoko
 
NEGARA akan menjadi kuat, jika memiliki energi yang kuat. Energi kuat didapat dari asupan makanan bergizi tinggi. Makanan bergizi, dengan keanekaragaman pangan dapat terpenuhi  sehari-hari,  jika masing-masing keluarga mampu menyediakannya.

Bagi keluarga tidak mampu, mustahil setiap hari dapat mengkonsumsi makanan bergizi, bernutrisi tinggi sebagaimana diharapkan. Angka stunting yang cukup tinggi di negeri kita, menjadi bukti sebagian masyarakat masih menderita gizi buruk akibat ketidakberdayaan di bidang ekonomi. Selain, tentunya di bidang pendidikan dan kesehatan.

Makna yang hendak saya sampaikan adalah bagi masyarakat yang berpenghasilan lebih dari cukup, akan dengan mudah memenuhi makanan bergizi, sementara keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan, akan menghadapi kesulitan.

Tidak bisa dipungkiri masih terdapat 26,5 juta penduduk miskin yang untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari – hari saja, belum tentu mencukupi, apalagi menyediakan makanan bergizi penuh nutrisi.

Belum lagi kelompok masyarakat menengah ke bawah, meski tidak tergolong miskin, tetapi tingkat penghasilannya cukup rawan untuk dapat sepenuhnya mengcover kebutuhan sehari – hari di era pandemi sekarang ini. Apalagi, jika terdapat gejolak harga.

Berbicara makanan bergizi tak bisa lepas dari kondisi perekonomian sebuah negara dan tingkat kesejahteraan rakyatnya.

Pada tahun 2019 angka prevalensi stunting berada di kisaran 27,7 persen, peringkat kedua terbawah di Asia Tenggara, dan peringkat ke- 35 di dunia. Tahun 2020 prevalensi stunting menjadi 24,4 persen dari jumlah balita di Indonesia.

Meski menurun tetap mengkhawatirkan karena melebihi 20 persen dari batas maksimal yang ditetapkan World Health Organization (WHO). Juga masih jauh dari angka yang ditargetkan pemerintah dengan prevalensi stunting hanya 14 persen pada 2024. Ini belum termasuk anak balita yang kurang gizi yang jumlahnya perlu menjadi perhatian semua pihak.

Meningkatnya anggaran yang digelontorkan pemerintah, tahun 2020 sebesar Rp 39,8 triliun naik menjadi Rp 40,33 triliun tahun 2021 untuk mengatasi gizi kronis menjadi indikator masalah gizi masih menjadi problema. Negara memang wajib hadir untuk meningkatkan mutu gizi setiap warga negara, sebagaimana diamanatkan pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan".

Meningkatkan mutu gizi, tak hanya ditopang dari peningkatan kesejahteraan warganya, juga tersedianya pangan berkualitas. Masyarakat boleh saja mampu membeli, tetapi jika pangan berkualitas yang memenuhi standar gizi, sulit dapat, masalah baru bakal mencuat.

Era sekarang, tuntutan produk pangan tidak sebatas pada kuantitas, tetapi tersedianya pangan berkualitas lebih dari mencukupi seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini. 

Berarti perlu adanya peningkatan produktivitas berbagai komoditas pangan berkualitas, pangan yang memenuhi standar mutu: mencakup nilai gizi terpenuhi, sehat alami, bebas cemaran, dan ramah lingkungan.

Penganekaragaman pangan berkualitas sangat penting untuk memenuhi asupan gizi yang seimbang sebagai upaya mencegah stunting, menghindarkan anak dari risiko penurunan kemampuan berpikir (IQ).

Pangan berkualitas tidak harus mahal, tidak perlu impor, sepanjang negara mampu mengembangkan potensi pangan lokal melalui pemberdayaan para petani lewat program kepedulian dan penganekaragaman pangan.

Dalam rangka memperingati Hari Gizi Nasional yang jatuh besok tanggal 25 Januari, diharapkan Kementerian/lembaga dan pemda dapat segera menyelaraskan kebijakan dan program – programnya dalam rangka mewujudkan penganekaragaman pangan bergizi , aman, sehat dan murah serta mudah terjangkau. Menyelaraskan kebijakan dengan mengendapkan ego sektoral. 

Jangan merasa paling berwenang, paling bisa, benar dan pintar sendiri sebagaimana pepatah  “Ajo rumongso biso lan pinter, nanging dadiyo sing biso lan pinter rumongso” – Jangan jadi orang yang merasa paling bisa dan pintar segalanya, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa – tahu diri atas keterbatasan yang dimilikinya. (Azisoko*)

Berita Terkait

Korupsi BUMN

Kamis 27 Jan 2022, 11:09 WIB
undefined

Macan Asia

Senin 31 Jan 2022, 07:00 WIB
undefined

Wadas yang Waras

Senin 14 Feb 2022, 07:00 WIB
undefined

Semar Mbangun Kahyangan

Kamis 17 Feb 2022, 07:00 WIB
undefined

Tips Memperkuat Tulang Secara Alami

Sabtu 31 Jul 2021, 21:15 WIB
undefined

News Update