JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Dalam perbincangan via telepon antara Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri (PM) Kamboja, Hun Sen, masalah Myanmar menjadi topik utama.
Saat Presiden Joko Widodo bahas masalah Myanmar dengan PM Kamboja Hun Sen, mengatakan bahwa bantuan kemanusiaan harus diberikan tanpa diskriminasi.
Dalam pembicaraan itu, Presiden Jokowi juga menyayangkan sikap militer Myanmar yang tidak menunjukkan komitmen untuk melaksanakan lima butir konsensus pada kesempatan kunjungan PM Hun Sen ke Myanmar.
"Bahkan, dua hari setelah kunjungan PM Hun Sen, Aung San Suu Kyi diberikan tambahan hukuman empat tahun," terang dalam keterangannya yang disampaikan ke publik pada Sabtu (22/1/2022).
Dalam pembicara dengan Hun Sen juga dalam kapasitas sebagai keketuan ASEAN 2022.
"Kekerasan juga masih terus berlanjut di Myanmar. Hal tersebut merupakan gestur yang tidak baik dan justru tidak menghormati upaya PM Hun Sen untuk mendorong penyelesaian isu Myanmar," ungkap Kepala Negara.
Selain itu, Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa otoritas militer Myanmar harus memberikan akses terhadap Utusan Khusus Ketua ASEAN untuk dapat melakukan komunikasi segera dengan semua pihak di Myanmar.
Komunikasi ini sangat penting untuk membuka jalan bagi sebuah dialog nasional yang inklusif.
"Akses kepada semua stakeholders sangat penting artinya. Komitmen mengenai pemberian akses ini juga sangat penting agar ada solusi politik yang disepakati dan diterima semua pihak. Saya khawatir, dengan pemberian label kepada NLD, NUG sebagai kelompok teroris, maka Utusan Khusus tidak akan diberikan akses bertemu mereka," jelasnya.
Lebih jauh, Indonesia juga tetap konsisten bahwa selama tidak ada kemajuan signifikan pelaksanaan lima poin konsensus, maka keputusan bahwa Myanmar hanya diwakili oleh non-political level di pertemuan-pertemuan ASEAN penting untuk dipertahankan.
Prinsip ini juga berlaku bagi rencana pelaksanaan retreat para Menteri Luar Negeri (Menlu) ASEAN dan juga untuk pertemuan-pertemuan lainnya.