JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, membeberkan kronologi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjaring Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Itong Isnaeni Hidayat (IIH) beserta pihak lainnya pada Rabu (19/1/2022).
Nawawi mengungkapkan, dalam OTT di Surabaya, Jawa Timur, awalnya tim KPK menerima aduan masyarakat ihwal adanya dugaan penyerahan sejumlah 'uang rokok' untuk memuluskan penanganan perkara kepada Hakim Itong (IIH) dari Hendro Kasiono (HK) selaku kuasa hukum PT Soyu Giri Primedika (SGP) yang diserahkan kepada Panitera pengganti, Hamdan (HD) di area parkir PN Surabaya.
"Rabu (19/1/2022) sekitar pukul 13.30 WIB, KPK mendapat informasi ada penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari HK kepada HD sebagai representasi IIH disalah satu area parkir di kantor Pengadilan Negeri Surabaya," ujar Nawawi dalam konferensi pers, Kamis (20/1/2022) malam.
Tim KPK yang melihat adanya dugaan kasus suap, lanjutnya, kemudian langsung melakukan tindakan penangkapan terhadap HK dan HD dengan menyita sejumlah uang yang diduga menjadi 'uang rokok' bagi IIH yang dilanjutkan dengan membawa mereka ke Polsek Genteng guna dilakukan pemeriksaan.
"Secara terpisah, Tim KPK juga langsung mencari keberadaan dan mengamankan IIH dan Achmad Prihantoyo (AP) selaku Direktur PT SGP yang kemudian dibawa ke Polsek Genteng guna dilakukan permintaan keterangan," tutur dia.
"Uang rokok' sebesar Rp140 juta yang berhasil disita tersebut, papar Nawawi, nantinya akan diberikan HD kepada IIH guna mememenuhi keinginan HK terkait permohonan pembubaran PT SGP," sambungnya.
Tambahnya, para pihak yang diamankan beserta barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan digedung Merah Putih KPK.
Lebih lanjut, usai menjalani pemeriksaan intensif di gedung Merah Putih KPK, IIH, HD, dan HK kemudian ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga melakukan (memberi dan menerima) suap dalam kasus jual-beli penanganan perkara di PN Surabaya.
"Atas pengumpulan berbagai informasi berikut bahan keterangan yang telah dikumpulkan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK kemudian melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan," jelas Nawawi.
Lanjutnya, IIH dan HD yang merupakan penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Sedangkan si pemberi, yakni HK disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," bebernya.