ADVERTISEMENT

Partai Buruh Minta KPU Wajibkan Partai Terapkan 30 Persen Kampanye untuk Perempuan

Senin, 17 Januari 2022 20:21 WIB

Share
ustrasi-Aktivis dan politisi menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Perempuan Sedunia. Aksi damai yang melibatkan aktivis, politisi dan mahasiswa tersebut mengangkat tema melawan kekerasan seksual dan mewujudkan pemilu bersih serta mengajak perempuan berpolitik. (Foto: ANTARA)
ustrasi-Aktivis dan politisi menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Perempuan Sedunia. Aksi damai yang melibatkan aktivis, politisi dan mahasiswa tersebut mengangkat tema melawan kekerasan seksual dan mewujudkan pemilu bersih serta mengajak perempuan berpolitik. (Foto: ANTARA)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Komite Eksekutif Pusat Partai Buruh, Indri Yulihartati, mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu membuat aturan yang mewajibkan seluruh partai di Indonesia menyediakan 30 persen durasi kampanye untuk kalangan perempuan.

Menurutnya, cara itu bisa diwujudkan dengan kebijakan ‘affirmative action’ secara total. Maksudnya, setiap partai membuat kebijakan yang membuka peluang besar bagi perempuan untuk mewakili kalangan mereka di parlemen atau pemerintahan.

"Jika kebijakan affirmative action diterapkan secara total, bukan mustahil 30 persen kursi parlemen bisa diduduki politisi wanita. Untuk mewujudkan hal itu KPU bisa menetapkan aturan agar 30 persen durasi iklan kampanye wajib menampilkan figur caleg perempuan," kata Indri dalam keterangan tertulis, Senin (17/1/2022).

Indri menilai kebijakan affirmative action yang ditetapkan dalam sistem politik masih belum memadai. Meski pengurus partai politik di tingkat pusat dan calon anggota legislatif yang diusulkan parpol sudah diwajibkan untuk menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen perempuan, tetapi hasilnya politisi perempuan di DPR RI jumlahnya belum menyentuh angka 30 persen.

Permasalahan ini, kata Indri, mendesak untuk dicarikan solusinya. Tujuannya adalah agar patriarki atau perilaku pemilih yang cenderung mengutamakan laki-laki daripada perempuan bisa diubah. Indri mengatakan perlu ada campur tangan KPU untuk mewujudkan cita-cita itu.

"Salah satu tahapan yang menentukan keterpilihan calon itu kan tahap kampanye. Nah, selama ini saya perhatikan partai-partai politik belum memberikan kesempatan yang proporsional kepada caleg perempuannya untuk ditampilkan dihadapan publik. Misalnya dalam iklan kampanye yang ditampilkan di media arus utama," jelas Indri.

Kondisi itu, kata Indri, memberi pengaruh terhadap tingkat pengenalan calon perempuan di mata pemilih. Akibatnya, popularitas caleg perempuan selalu kalah dari caleg laki-laki. Dampak lanjutannya adalah tingkat penerimaan (aksebtabilitas) dan keterpilihan (elektabilitas) calon perempuan juga otomatis menciut.

"Oleh sebab itu, agar calon-calon perempuan dapat lebih dikenal, disukai, dipilih, dan kemudian bisa mengisi lebih banyak kursi di parlemen, maka negara perlu menunjukan totalitasnya dalam menerapkan kebijakan ‘affirmative action’ ini dengan cara membuat aturan yang berorientasi pada keadilan dan kesetaraan gender," kata Indri.(*)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT