"Tidak ada pelaku teroris yang ditangkap dan diproses hukum oleh Densus 88 Polri yang dibebaskan oleh pengadilan. Pelaksanaan tugas tersebut dengan menggunakan hard approach,"ungkapnya.
"Dalam pendekatan lunak atau soft approach Densus 88 juga berhasil menyadarkan para teroris dan membina mereka untuk meninggalkan idiologi kematian, kembali kepada idiologi Pancasila, dan mau bekerja sesuai dengan bimbingan dan arahan Densus 88 Anti Teror Polri," sambungnya.
Sementara disisi lain, lanjut Sisno, masih ada anggota Polri yang yang mencari Sensasi. Misalnya sering terjadi atau dilakukan oleh anggota atau pejabat Polri dengan tujuan untuk menarik perhatian orang banyak demi popularitas untuk tujuan tertentu.
"Contohnya kegiatan menggerebeg pelaku kejahatan dengan melibatkan wartawan untuk diliput secara langsung demi popularitas," imbuhnya.
Ketua Penasihat ahli Kapolri ini pun mengungkapkan, untuk mendorong dan mewujudkan agar semua anggota Polri profesional, berprestasi dan tidak mencari Sensasi, seyogianya Polri mengintensifkan kebijakan yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Kebijak itu, seperti 'potong kepala' bagi atasan yang tidak mau atau tidak mampu menindak dan menertibkan bawahannya yang nakal atau melanggar hukum.
"Kemudian diikuti dengan kebijakan 'pecat 5% polisi nakal dan polisi tidak profesional' untuk menyelamatkan 95% polisi baik dan profesional dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat", ujarnya.
"Sehingga masyarakat tetap memilih untuk melaporkan masalah - masalah pelanggaran hukum dan kejahatan yang terjadi kepada Polri daripada lembaga lain atau media," pungkasnya. (*/deny)