Pembangunan Ibu Kota Negara Berpotensi Mangkrak dan Over Budget, Fraksi PKS Menolak Buru-buru Bahas RUU IKN

Rabu 12 Jan 2022, 19:45 WIB
: Desain Istana Negara di Ibu Kota Negara baru, Kaltim. (ist)

: Desain Istana Negara di Ibu Kota Negara baru, Kaltim. (ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Rencana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) berpotensi mangkrak dan over budget. Sebab itu, FPKS menolak terburu-buru ikut pembahasan RUU IKN tanpa adanya pembahasan Rencana Induk IKN (Ibu Kota Negara) sejak awal.

"Apalagi Bappenas sudah menyatakan pembangunan Ibu Kota Negara membutuhkan waktu 15 - 20 tahun, artinya minimal 3 kali Pemilu, apakah bisa dijamin tidak ada perubahan kebijakan pemerintah," terang anggota Komisi V DPR  Suryadi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (12/1/2022). 

"Pemerintah sepertinya tidak pernah kapok untuk selalu terburu-buru dalam membuat berbagai proyek, sehingga berpotensi mangkrak dan over budget," tutur Suryadi. 

Suryadi menyebutkan ada sejumlah faktor yang menyebabkan potensi  mangkrak dan over budget, pertama adalah mengabaikan studi kelayakan.  

"Hal ini dapat terlihat dari proyek-proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, LRT Jabodetabek, Pelabuhan Patimban, Bandara Yogyakarta, dan Bandara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga yang semua masalahnya tak lepas dari minimnya studi kelayakan," terang Suryadi. 

Anggota DPR dari daerah pemilihan Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat ini, mengatakan sampai sekarang, tidak pernah ada penjelasan hasil studi kelayakan alasan terpilihnya Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, sebagai ibu kota negara. 

"Bahkan dalam Naskah Akademik (NA) RUU IKN pun tidak ada. Padahal pemerintah sudah menunjuk lembaga konsultan asing, McKinsey, sebagai pemenang lelang studi kelayakan teknis calon lokasi ibu kota negara dengan nilai pagu Rp 25 miliar dari APBN tahun 2019. Bahkan, Rencana Induk IKN juga tidak akan dibahas sejak awal karena nanti akan diatur dengan Peraturan Presiden," tuturnya. 

Ia menambahkan mencermati postur anggaran Ibu Kota Negara yang mencapai Rp466 Triliun, dengan 19 persen APBN, 54 persen Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan 24 persen investasi swasta, maka seharusnya studi kelayakan menjadi sangat penting. Karena salah satu kunci kesuksesan KPBU dan investasi swasta adalah studi kelayakan yang bankable. 

"Kedua adalah perubahan kebijakan pemerintah. Bappenas sudah menyatakan pembangunan Ibu Kota Negara membutuhkan 15-20 tahun atau artinya minimal 3 kali Pemilu," papar Suryadi. 

Suryadi  menjelaskan bagaimana mungkin waktu selama itu dijamin tidak ada perubahan kebijakan pemerintah sehingga memberikan kepastian investasi bagi swasta.

"Contohnya, LRT Palembang dengan biaya Rp12,5 triliun menjadi mubazir karena perubahan kebijakan tidak jadi memindahkan kantor gubernur Sumsel berakibat sepinya penumpang," tegas Suryadi. 

Berita Terkait
News Update