“MEMATUHI protokol kesehatan sebagai upaya mencegah penyebaran virus Corona dan varian barunya, sudah merupakan aksi bela negara di era pandemi” - Harmoko
Kita harus realistis bahwa pandemi Covid-19 masih ada. Kita pun tidak tahu pasti kapan virus corona akan sirna. Boleh jadi, tidak akan sepenuhnya sirna seperti diprediksi para ahli, termasuk dari Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) yang menyebutkan bahwa virus corona kemungkinan hanya akan menjadi endemi, tak ubahnya penyakit influenza atau demam berdarah.
Virus corona terus bermutasi dengan varian barunya seperti Alpha, Beta, Gamma, MU dan varian Delta, varian yang paling dominan membuat lonjakan kasus di berbagai negara belahan dunia, termasuk Indonesia hingga mencapai angka 56.757 kasus positif per hari, pada 15 Juli tahun lalu. Dengan angka kematian tembus di atas 2.000 orang per hari pada bulan yang sama.
Belum lepas dari Delta, sudah muncul varian virus Corona B.1.1.529 atau Omicron yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan dan dilaporkan ke WHO pada 24 November 2021.
Pada pertengahan Desember 2021, di saat kasus Covid di negeri kita terkendali, menyusul kebijakan pengetatan, varian Omicron sudah menyebar ke 72 negara. Terdeteksi masuk ke Indonesia 16 Desember 2021, di saat itu kasus Covid -19 sedang melandai. Penambahan kasus positif hanya 213 per hari.
Kini, varian Omicron menjadi momok setelah menyebar ke 144 negara di dunia seperti dilansir situs pelacak Omicron dunia, Newsnodes, hingga akhir pekan lalu terdapat lebih dari 532 ribu kasus Omicron dengan 115 kematian.
Sejumlah negara maju sedang berjibaku mengendalikan penyebarannya seperti Inggris sebagai negara dengan kasus Omicron terbanyak di dunia. Terdapat lebih 246 ribu kasus dengan 75 kematian. Berikutnya Jerman, Denmark, Amerika Serikat dan Kanada. Negara tetangga Singapura dengan 3 ribu kasus menduduki peringkat ke- 11 terbanyak di dunia.
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Jawabnya meski jumlah kasus Omicron masih sepersepuluh dari Singapura, bukan lantas berleha – leha. Tren kenaikan kasus Covid -19 pasca Natal dan Tahun Baru hendaknya menjadi rujukan dalam mengambil kebijakan.
Sekecil apapun angka kenaikan, tetaplah ancaman yang harus disikapi dengan penuh kewaspadaan. Peristiwa masa lalu seperti pada awal pandemi Maret 2020, pasca Lebaran dan libur panjang Natal dan Tahun Baru, telah memberikan pengalaman berharga bagaimana sebaiknya menyikapi situasi.
Siapapun tak ingin gelombang ketiga Covid-19 menerpa negeri kita menyusul merebaknya varian Omicron. Kita boleh tidak percaya dengan prediksi Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) bahwa penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia dapat tembus 387.850 pada 1 April 2022. Kenaikan kasus hingga 30 ribu per hari diprediksi mulai 20 Januari 2022.
Saya sependapat untuk tidak terlalu paranoid dengan merebaknya varian Omicron yang menurut hasil uji klinis lebih berpotensi menyerang orang dengan kekebalan rendah, belum pernah divaksin.'
Sementara lebih 85 persen penduduk Indonesia memiliki kekebalan tinggi karena sudah menjalani vaksin dosis pertama 80 persen, dosis lengkap hampir 60 persen dari 208 juta penduduk yang ditargetkan.
Meski begitu, tidak lantas merasa dirinya kebal, hebat, dan kuat. Ingat tak ada yang kebal dengan virus corona dan varian barunya. Sudah lebih 300 juta orang terpapar di rumah sakit, lebih dari 5,48 juta meninggal karena Covid.
Apapun yang terjadi, sekecil apapun kenaikan kasus harus diantisipasi dengan kewaspadaan tinggi. Jangan karena sudah divaksin lantas merasa dirinya kebal, sehat dan kuat, kemudian ogah menerapkan protokol kesehatan (prokes). Ingat! Prokes cara ampuh cegah Covid. Tetap utama.
Sikap mentang – mentang hendaknya dibuang. Ubah, perilaku maunya sendiri, menjadi kesadaran diri jika ingin pandemi segera sirna dari negeri kita ini. “Ojo adigang, adigung, adiguna” – jangan mengandalkan kekuatan, kekuasaan dan kesaktiannya.
Saat ini, kian dibutuhkan “bela negara” bagi setiap anak negeri untuk mengatasi pandemi seperti dikatakan Pak Harmoko lewat kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Bela negara sebagai amanat konstitusi mengikat secara hukum bagi setiap warga seperti diamanatkan pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya membela negara.
Tentu, bela negara hendaknya tidak hanya dikaitkan dengan perang atau angkat senjata. Ikut berperan serta mengatasi berbagai masalah yang dihadapi negerinya.Ikut mendukung kebijakan pemerintah mewujudkan cita- citanya.
Mematuhi protokol kesehatan sebagai upaya mencegah penyebaran virus Corona, sudah merupakan aksi bela negara. Itulah perlunya kepatuhan menjalankan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas).
Tak kalah pentingnya kekompakan dalam menelorkan kebijakan. Jangan yang satunya ngalor, lainnya ngidul. Juga kebersamaan dan kerja sama dari seluruh elemen bangsa, dengan, tentunya, tanpa melihat latar belakang status sosial ekonominya, lebih – lebih afiliasi politiknya. Kerja bareng semakin menjadi satu solusi agar negara kita segera keluar dari pandemi menuju pemulihan ekonomi. Semoga.
( Azisoko *)