ADVERTISEMENT

Peleburan BRIN Disebut Efek Politisasi Ristek

Rabu, 5 Januari 2022 11:59 WIB

Share
Seorang warga mendorong pasien RSCM melintasi Kantor Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman di Jakarta, Senin (3/1/2022). Pemerintah melebur LBM EijkmanÊyang telah beroperasi selama 33 tahun ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). (Sumber: Antara).
Seorang warga mendorong pasien RSCM melintasi Kantor Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman di Jakarta, Senin (3/1/2022). Pemerintah melebur LBM EijkmanÊyang telah beroperasi selama 33 tahun ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). (Sumber: Antara).

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi Riset DPR RI, Mulyanto, mengatakan upaya peleburan beberapa lembaga riset ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bukannya membuat kegiatan riset terus berkembang, tapi malah menimbulkan kegaduhan. Proses tata ulang kelembagaan riset dan teknologi nasional yang dilakukan pemerintah menurut dia sudah masuk tahap mengkhawatirkan.

"Apa yang terjadi di bidang ristek saat ini adalah efek bola salju dari politisasi Iptek dan dehabibienisasi. Pemerintah terlalu memaksakan diri dan sradak-sruduk dalam menata kelembagaan Ristek nasional. Jadi terkesan bukannya menata, tetapi malah mengacak-acak," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis, Rabu (5/1/2022).

Mulyanto mencatat ada beberapa kebijakan pemerintah di bidang Ristek yang mengkhawatirkan. Di antaranya menghapus Kementerian Riset dan Teknologi, membubarkan Dewan Riset Nasional (DRN) menghapus LAPAN dan BATAN, membubarkan BPPT dan LIPI. Dan terakhir mengubah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menjadi Pusat Riset Bio Molekuler di bawah BRIN. 

"Perombakan struktur ristek ini, terutama pembubaran Kemenristek, mengakibatkan tugas perumusan dan koordinasi kebijakan ristek menjadi terbelah antara Kemendikbud-Ristek dan BRIN," ujar Mulyanto.


Mengenai pembubaran Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang digabung ke dalam BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman, Mulyanto berharap LBM Eijkman, yang selama ini berprestasi secara internasional, dapat diperkuat menjadi lembaga setingkat LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian), yang khusus menangani bidang biologi molekuler.  

"Harus diperkuat bukan malah dilemahkan. Apalagi dilebur menjadi sekedar Pusat Riset, yang masih belum jelas status kelembagaan dan SDM penelitinya. Padahal LBM Eijkman punya tugas strategis melaksanakan amanat untuk mengembangkan riset Vaksin Merah Putih," kata dia.

Begitu juga dengan pembubadan Dewan Riset Nasional (DRN). Mulyanto melihat pemerintah tidak punya visi mengembangkan ristek nasional agar berkembang. DRN yang anggotanya terdiri dari para ahli Iptek berkaliber internasional justru diganti dengan Dewan Pengarah BRIN, yang diketuai Ketua Dewan Pengarah BPIP dan Ketua Umum Parpol, yang tidak memiliki reputasi ilmiah di dunia Iptek. 

"Hal ini tentu memprihatinkan. Sampai-sampai jurnal sains terkenal Nature, dalam editorial tanggal 8/9/2021 menulis bahwa ada kekhawatiran intevensi politik dalam BRIN, sebagai lembaga baru terpusat ini (super agency). Pembentukan BRIN ini setback bagi pembangunan sains di Indonesia. Mencerminkan reorganisasi yang ambisius, namun tidak jelas dalam membantu Indonesia mencapai ambisi teknologinya," ungkap Mulyanto. 

Lalu soal pembubaran BATAN dan LAPAN, menurut Mulyanto, kedua lembaga itu bukan sekedar lembaga litbang. Keduanya masing-masing adalah Badan Pelaksana tugas pokok ketenaganukliran dan Badan Penyelenggara keantariksaan dan penerbangan, sebagaimana amanat undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. 

Misalnya, dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1997 berbunyi: “Pemerintah membentuk Badan Pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang bertugas melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir”.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Muhammad Rio Alfin Pulungan
Editor: Muhammad Rio Alfin Pulungan
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT