Gubernur Banten Diharapkan Tidak Penjarakan Buruh

Selasa 28 Des 2021, 16:45 WIB
Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga (tengah) di Mapolda Banten memberi siaran pers terkait penangkapan demonstran di Serang, Senin (27/12/2021). (Sumber: Antara Foto/Asep Fathulrahman)

Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga (tengah) di Mapolda Banten memberi siaran pers terkait penangkapan demonstran di Serang, Senin (27/12/2021). (Sumber: Antara Foto/Asep Fathulrahman)

LEBAK, POSKOTA.CO.ID - Gubernur Banten Wahidin Halim sebaiknya menempuh dialog dan tidak memenjarakan buruh yang melakukan aksi demo menuntut revisi upah minimum propinsi (UMP).

Pernyataan ini datang dari dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro Rangkasbitung Mochamad Husen.

Dia mengatakan,"Kita anggap aja buruh itu ibarat anak dan gubernur adalah bapaknya.”

“Perlakuan bapak ke anak tentu harus bijak sehingga dapat memaafkan dan tidak perlu memenjarakan mereka," kata Mochamad Husen di Lebak pada Selasa (28/12/2021) seperti dilansir dari Antara.   

Buruh masuk ruangan Wahidin Halim saat aksi tuntutan upah pada Rabu (22/12/2021) akibat tidak adanya gubernur dan pejabat lain yang menerima mereka.

Mereka ingin menyampaikan tuntutan kenaikan revisi upah UMP pada Gubernur Wahidin Halim. Namun Gubernur Banten saat itu tidak ada sehingga buruh memasuki ruangan Wahidin Halim.

Para buruh yang viral di media sosial itu di antaranya duduk di kursi Gubernur Banten dengan mengangkat kaki di atas meja.

Mochamad Husen menilai perbuatan buruh itu hal yang wajar dan tidak perlu berlanjut ke hukum.

"Kami minta permasalahan itu dapat dilakukan pendekatan dialog dan damai," ucapnya.

Dia tidak setuju jika enam buruh yang memasuki ruangan Gubernur Banten dipenjara atas perbuatan dugaan anarkis.

Enam buruh itu jadi tersangka setelah kuasa hukum Gubernur WH melaporkan kepada aparat kepolisian.

Langkah Gubernur Banten memenjarakan oknum buruh dianggap tidak bijak oleh dosen Wasilatul Falah Rangkasbitung Encep Haerudin.

Encep Haerudin berpendapat mestinya gubernur, perwakilan buruh, dan pengusaha/asosiasi pengusaha, duduk bersama guna mencari solusi yang saling menguntungkan.

Dengan memenjarakan oknum buruh tersebut maka Gubernur dinilai tidak mengayomi rakyatnya dan memasung demokrasi.

"Kami sangat menyayangkan seorang pemimpin memenjarakan rakyatnya," kata Encep Haerudin.

Enam pelaku sejak Sabtu (25/12) dan Minggu (26/12) berhasil diamankan kurang lebih 24 jam usai pelaporan kuasa hukum Gubernur Banten. Hal ini disampaikan Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga dalam siaran persnya.

Ke enam buruh itu antara lain berinisial AP (46) warga Tigaraksa Tangerang, SH (33) warga Citangkil Cilegon, SR (22) warga Cikupa Tangerang, SWP (20) warga Kresek Tangerang, OS (28) warga Cisoka Tangerang, dan MHF (25) warga Cikedal Pandeglang.

Para buruh dikenakan Pasal 207 KUHP tentang secara sengaja di muka umum menghina sesuatu kekuasaan negara dengan duduk di meja kerja gubernur, mengangkat kaki di atas meja kerja gubernur, dan tindakan tidak etis lainnya dengan ancaman pidana 18 bulan penjara terhadap empat tersangka.

Dua tersangka lain yakni OS (28) dan MHF (25) dikenakan Pasal 170 KUHP tentang perusakan terhadap barang secara bersama-sama dengan ancaman pidana 5 tahun 6 bulan penjara. ***

Berita Terkait
News Update