Bahkan, pemulihan aset juga menjadi salah satu kewenangan Kejaksaan yang diatur dalam perubahan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang disahkan pada 7 Desember 2021 lalu.
“Kejaksaan punya kewenangan untuk menelusuri, merampas, dan mengembalikan aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban atau yang berhak,” tandas Burhanuddin.
Selain itu, terdapat penambahan kewenangan lainnya yang diatur dalam UU Kejaksaan seperti penyadapan dan penguatan peran intelijen Kejaksaan.
Secara keseluruhan, Burhanuddin menilai undang-undang tersebut semakin memperkuat Kejaksaan baik dari sisi kelembagaan maupun kewenangan.
Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengingatkan bahwa jaksa mempunyai peran yang sangat menentukkan dalam proses penegakkan hukum mulai dari menerima berkas perkara, gelar perkara, dakwaan, tuntutan, hingga eksekusi putusan.
Menurut Suparji, Kejaksaan yang modern bukan hanya sekadar membalas kejahatan dengan hukuman.
Lihat juga video “manfaat Musim Hujan, Puluhan Warga Jadi Tukang Ojek Payung”. (youtube/poskota tv)
“Harus ada sebuah paradigma yang massif di Kejaksaan selain untuk restorative justice juga mempertimbangkan aspek ekonomi,” katanya.
Ia menilai pertumbuhan ekonomi nasional akan menjadi urat nadi untuk mencapai tujuan bernegara yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, Kejaksaan juga harus memberikan pelayanan hukum yang berkualitas tanpa diskriminasi.
Begitu juga dalam tindakannya, harus mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) dan tidak boleh sewenang-wenang.
Tidak kalah penting tidak boleh permisif dalam terjadinya kesalahan. (adji)