Hal tersebut akan berdampak luas pada pemenuhan kebutuhan hidup yang layak bagi kaum buruh. Apa lagi di tengah kondisi melonjaknya harga kebutuhan pokok (sembako), tarif dasar listrik, sewa kontrakan dan lain-lain.
Kenaikan upah yang jauh dari kata layak sudah dapat dipastikan akan membuat kaum buruh akan terjerumus dalam situasi dan kondisi yang semakin sulit.
"Upah merupakan kebijakan politik. Kemiskinan kaum buruh yang terstruktur bukanlah takdir dari Tuhan, tetapi hal ini disebabkan oleh kebijakan politik upah murah dan rendah, sehingga kaum buruh selalu terbelenggu oleh kemiskinan dan ketertindasan yang berkepanjangan," ucapnya
Sunar teringat dengan Keputusan Menteri Nomor 13 tahun 2012. Pada pasal pembuka pertama menyebutkan bahwa upah hanya diabdikan untuk buruh lajang.
"Sebuah logika yang tidak masuk akal, bagaimana Upah Minimum Kota/Kabupaten(UMK) yang rendah dan untuk satu orang buruh lajang digunakan untuk bertahan hidup seorang buruh bersama anggota keluarganya (istri dan anak – anaknya). Sehingga dengan Kepmenaker No. 13/2012 tidak akan merumuskan upah layak bagi kelas pekerja Indonesia," jelasnya.
Belum puas dengan Kepmenaker No. 13/12, lanjutnya, para pemodal dan pemerintah masih mencari – cari cara agar upah bisa ditekan serendah rendahnya.
"Maka pada bulan Oktober tahun 2015 Pemerintah mengeluarkan PP No. 78 tahun 2015. Pada masa itu Pemerintahan Jokowi – JK begitu congkak, tidak sedikitpun menghiraukan teriakan dan aksi-aksi protes kaum buru," cetusnya.
Tidak sampai di situ, petaka baru menimpa rakyat Indonesia. Rancangan Undang undang atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja resmi disahkan DPR menjadi Undang – undang pada rapat paripurna pada Senin 5 Oktober 2020.
RUU Ciptaker merupakan RUU yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo dan merupakan bagian dari Program Legislasi Nasional tahun 2020.
Menurut Sunar, dikebutnya pembahasan RUU ini diklaim demi investasi di Indonesia.
"Ya demi investasi. Sidang-sidang pembahasannya dilakukan siang dan malam, bahkan sampai larut malam, meskipun dibahas di tengah masa reses dan pandemi. Sekali lagi demi investasi," terangnya.
Omnibus Law atau kita kenal dengan UU Cilaka ini, sambung Sunar, sekali lagi merampas upah kaum buruh dan membawa pada era perbudakan gaya baru.